Fahri menjelaskan, popularitas bukan lagi menjadi faktor penentu bagi seseorang untuk bisa maju sebagai calon kepala daerah.
Sebaliknya, keputusan kini lebih banyak ditentukan oleh partai-partai politik yang memiliki tiket untuk mengusung figur-figur mereka.
"Terkait Bung Anies Baswedan, ini perlu refleksi, perlu introspeksi. Karena sistem tiket yang ada sekarang menyebabkan popularitas itu sebenarnya jadi nggak ada gunanya," ujar Fahri kepada wartawan di Media Center Gelora, Jakarta, Senin (12/8/2024).
Saat ini, Anies Baswedan berpotensi gagal maju ke Pilkada Jakarta setelah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membuka peluang bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang menandakan bahwa Anies mungkin tidak lagi menjadi pilihan utama bagi PKS.
"Pada dasarnya tiket itulah yang menentukan, dan sumber tiket ini pada akhirnya tidak mempertimbangkan popularitas. Ada waktunya popularitas dipertimbangkan, ada waktunya tidak. Dugaan saya, dalam konteks DKI, popularitas tidak akan dipertimbangkan," lanjut Fahri.
Artikel Terkait
Gatot Nurmantyo Kritik Perpol 10/2025: Dinilai Bentur UU dan Bentuk Superbodi Polri
Partai Golkar Terancam Jeblok di Pemilu 2024: Penyebab, Kritik Kader, dan Solusi
Megawati Perintahkan Kader PDIP Bantu Korban Bencana: Tugas Kemanusiaan Tanpa Pandang Bulu
Peran Dasco 2025: Jembatan Politik Megawati dan Abu Bakar Baasyir untuk Stabilitas Indonesia