Kompilasi Pernyataan Asbun Anggota DPR Yang Tuai Kontroversi Belakangan Ini

- Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:10 WIB
Kompilasi Pernyataan Asbun Anggota DPR Yang Tuai Kontroversi Belakangan Ini

PARADAPOS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga tinggi negara yang memiliki tiga fungsi utama, yaitu membuat peraturan, merumuskan dan mengawasi anggaran negara, serta mengawasi jalannya pemerintahan.


Sesuai namanya, salah satu misi mulia yang diemban DPR adalah menyalurkan aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa setiap peraturan yang dibuat hingga anggaran yang dialokasikan benar-benar mewakili kepentingan dan kesejahteraan rakyat.


Namun, bagaimana jadinya jika sebuah lembaga yang seharusnya mewakilkan masyarakat justru mengeluarkan sejumlah pernyataan yang tidak selaras dengan kepentingan rakyat hingga memicu kontroversi? 


Ya, belakangan ini, anggota DPR Republik Indonesia sedang jadi sorotan, mulai dari isu dugaan kenaikan gaji dengan angka yang fantastis di tengah ekonomi yang tengah mencekik rakyat hingga pernyataan-pernyataan yang diklaim netizen sebagai "asbun" alias asal bunyi yang justru menyakiti hati rakyat.


Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini kompilasi pernyataan anggota DPR hingga pejabat RI yang menuai kontroversi belakangan ini.


Pernyataan: "Saya kira make sense lah kalau Rp50 juta per bulan [soal tunjangan rumah]."


Tokoh: Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir.


Baru-baru ini, topik tunjangan DPR RI yang diduga bertambah hingga Rp100 juta menjadi perbincangan panas di kalangan masyarakat, Beauties. Beberapa jenis tunjangan yang disorot adalah tunjangan komunikasi sebesar Rp15 juta, kenaikan tunjangan beras, hingga yang paling kontroversial, tunjangan rumah yang berada di angka Rp50 juta.


Sebagai informasi, anggota DPR periode 2024-2029 tidak mendapatkan fasilitas rumah dinas, Beauties. Ketiadaan fasilitas tersebut digantikan dengan uang tunjangan perumahan senilai Rp50 juta per bulan. Menurut Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan itu masih cukup ideal atau make sense.


"Saya kira make sense lah kalau Rp50 juta per bulan. Itu untuk anggota, kalau pimpinan nggak dapat (tunjangan perumahan) karena dapat rumah dinas," ujar Adies kepada wartawan, Selasa (19/8), dikutip dari detikNews.


Menurut Adies, tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan itu diberikan dengan memperhitungkan harga sewa kontrakan di sekitar Senayan sebesar Rp3 juta per bulan. Sebagai informasi, Gedung DPR tempat para wakil rakyat bekerja ini terletak di Kompleks Parlemen Republik Indonesia, Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 1, Senayan, Jakarta Pusat.


Lantas, mengapa tidak memilih alternatif lain yang jauh lebih terjangkau? Nah, menurut Adies, rupanya para anggota DPR kita ini tidak nyaman tinggal di kos-kosan, Beauties.


"Mereka rata-rata nggak nyaman (ngekos), jadi kontrak. Kalau kontrak rumah kalau daerah sini Rp40 sampai 50 jutaan juga. Mereka harus kontrak rumah jadi harus ada parkirnya untuk mobilnya. Garasi," katanya.


Tak hanya sampai di situ, Adies juga menjadi perbincangan hangat di media sosial karena salah hitung terkait tunjangan rumah. Namun, pernyataan tersebut sudah ia ralat.


Sebelumnya, Adies mengatakan bahwa tunjangan rumah sebesar Rp50 juta dirasa kurang untuk menutupi biaya kos di sekitar kawasan Senayan. Ia menjelaskan, jika biaya kos Rp3 juta per bulan dikalikan dengan 26 hari kerja, maka totalnya menjadi Rp78 juta.


Bahkan, Adies menyebut anggota DPR justru harus mengocek kantong pribadi karena tunjangan tersebut tidak mencukupi. "Kalau di sekitar sini kan ngontrak atau kita kos kan Rp3 juta per bulan, didapatkan Rp 50 juta per bulan. Kalau dikalikan 26 hari kerja, berarti Rp78 juta per bulan," ujar Adies.


Selain tunjangan rumah Rp50 juta yang dirasa tidak make sense, perhitungan Adies juga membuat netizen ramai berkomentar, salah satunya influencer pendidikan dan pakar matematika, Jerome Polin. Pria tersebut menekankan pentingnya pembelajaran matematika untuk semua orang.


Dalam sebuah video yang diunggah, Jerome menjelaskan bahwa jika biaya kos Rp3 juta per bulan dikurangi dari tunjangan Rp50 juta, maka anggota DPR masih memiliki sisa Rp47 juta per bulan. 


"Bulan sama hari enggak boleh dikali. Kalau Rp3 juta dikali 26 hari, itu artinya Rp3 juta per hari. Kalau Rp3 juta per hari, itu bukan kos, itu hotel bintang lima, Pak," sindir Jerome.


πŸ‘‡πŸ‘‡


Sebuah kiriman dibagikan oleh Jerome Polin Sijabat γ‚·γ‚™γ‚§γƒ­γƒΌγƒ  (@jeromepolin)


Mengapa Hal Ini Kontroversial?


Pernyataan Adies Kadier selaku Wakil Ketua DPR RI, yang seharusnya mewakilkan keresahan dan aspirasi rakyat, dianggap tidak sejalan bahkan tidak berempati. Seperti diketahui, kondisi ekonomi masyarakat kini sedang tidak baik-baik saja. Tingkat pengangguran meningkat, badai PHK masih melanda, hingga masalah tekanan daya beli.


"Warga mendapatkan kesulitan dalam hal hal-hal mendasar, seperti kebutuhan pokok sehari-hari dan ada pajak yang dinaikkan, keputusan soal perumahan ini bukan keputusan yang patut," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha kepada BBC News Indonesia, Senin (18/8).


Netizen juga menyoroti ironi gaji DPR yang begitu tinggi yang berbanding terbalik dengan rendahnya gaji guru. Tak hanya itu, keputusan tambahan tunjangan ini juga dirasa kontradiktif dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.


""Tidak nyaman kalau harus ngekos" emang kami rakyat nyaman?" tulis netizen.


"Enak ya jadi mereka, mau naikkan apa pun tinggal rapat tidak perlu demo. Sedangkan pemilihnya harus demo dulu, itu pun tak pernah direalisasikan. Sabar ya pembayar pajak," tulis netizen lainnya.


"Lucu juga ya, ada rakyat yg belom punya rumah. disuruh bayar pajak malah duit pajaknya buat bayarin tunjangan rumah buat anggota DPR," tulis netizen.


Anggota DPR Nafa Urbach: Rumah Saya Bintaro ke Senayan Macet


Pernyataan: "Itu macetnya [rumah Nafa Urbach di Bintaro] tuh luar biasa, ini sudah setengah jam di perjalanan [menuju kantor DPR di Senayan] masih macet."


Tokoh: Anggota DPR dari Fraksi NasDem Nafa Urbach.


Masih seputar tunjangan rumah anggota DPR dengan nominal fantastis Rp50 juta, kali ini pernyataan kontroversial keluar dari mulut artis sekaligus anggota DPR dari Fraksi NasDem, Nafa Urbach. Ia menjadi salah satu anggota DPR yang membela tunjangan rumah sebesar Rp50 juta yang mereka terima.


Apa alasan Nafa Urbach membela tunjangan rumah yang dianggap kontroversial ini? Pertama, Nafa mengatakan bahwa tidak semua anggota DPR memiliki rumah di Jakarta. Menurutnya, tunjangan itu diperuntukkan bagi anggota DPR untuk menyewa rumah di sekitar Kompleks Parlemen di Senayan, Jakarta. Mengapa menyewa rumah di daerah Senayan yang relatif mahal dibanding daerah lainnya? Argumen Nafa adalah agar memudahkan para anggota DPR untuk berkegiatan di kantornya.


Nafa lalu memberikan contoh dirinya yang menetap di kawasan Bintaro. Ia mengaku bahwa selama ini ia harus melawan kemacetan untuk menuju ke Kantor DPR.


"Itu macetnya tuh luar biasa, ini sudah setengah jam di perjalanan masih macet," ucap Nafa, dikutip CNN Indonesiadari potongan video yang viral di media sosial.


Nafa pun menjelaskan bahwa tunjangan rumah itu merupakan substitusi bagi anggota DPR periode 2024-2029 yang tidak lagi mendapatkan fasilitas rumah jabatan.


"Itu tuh kompensasi untuk rumah jabatan, rumah jabatan yang sekarang ini sudah tidak ada lagi. Jadi rumah jabatannya itu kan sudah dikembalikan ke pemerintah," ucapnya.


Mengapa Hal Ini Kontroversial?


Pernyataan Nafa Urbach sontak menjadi viral di media sosial dan menuai kecaman dari banyak netizen. Banyak yang berpendapat bahwa pernyataan Nafa tidak berempati dengan banyaknya pekerja yang harus menempuh puluhan kilo meter menggunakan transportasi umum yang penuh dan berdesak-desakan setiap hari.


Ada banyak pekerja yang berkantor di Jakarta yang tidak memiliki rumah di Jakarta, misalnya dari kawasan Depok, Bogor, Bekasi, Tangerang. Rata-rata, mereka bisa menghabiskan waktu kurang lebih 4-5 jam untuk berangkat dan pulang kantor.


Ada yang menggunakan kendaraan pribadi, tapi banyak juga yang menggunakan transportasi publik. Setiap hari, mereka harus berijbaku berdesak-desakan di transportasi publik, berdiri berpegangan pada handgrip di busway sembari berdiri menahan pegal selama berjam-jam.


"So, emang yang rumahnya Bintaro kerja di Senayan cuma lo doang, Mbak?" tulis netizen.


"Gini amat buk jadi Dewan Perwakilan Rakyat, masih bisa ya ngomong begini di saat rakyatnya desak-desakan naik KRL atau TransJakarta yang nggak memadai," tutur netizen.


"Tuh tau jalanan suka macet parah, harusnya lu cari solusinya dong Nafa Urbach malah ngeluh, apa gunanya kursi DPR itu," ujar netizen.


Ada juga yang menyarankan agar Nafa mencoba transportasi publik seperti pekerja lainnya hingga mengelola time management yang ia miliki.


"Parkir di BXC. Naik Jurangmangu. Tiga stop sampe Palmerah. Jalan 5 menit sampe Gedung DPR," saran netizen.


"Ibu Nafa, kalau pengalaman saya, biasanya berangkat bisa lebih pagi. Agak subuhan gitu," komentar netizen.


πŸ‘‡πŸ‘‡


Meanwhile keseharian orang Bintaro yang kerja di Senayan dengan take home pay sepersepuluhnya Nafa Urbach: https://t.co/JxsJrjwG6K pic.twitter.com/eKA62jzfHH


Anggota DPR Ahmad Doli Kurnia: Gaji PNS Tak Naik, Rakyat Sedang Tidak Baik-Baik Saja


Pernyataan: Menanggapi gaji PNS tidak naik, "Kita juga harus melihat situasi fiskal kita, apalagi situasi rakyat kita sekarang ini kan juga sedang tidak baik baik saja." 


Tokoh: Anggota Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia.


Lagi-lagi, masih berkaitan dengan gaji dan tunjangan para anggota DPR, Beauties. Kali ini, ada Anggota Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia yang menanggapi soal tidak adanya kenaikan gaji bagi pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun anggaran 2026.


Doli menyebut kenaikan gaji PNS 2026 tak tepat di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja. Menurut dia, memperbaiki ekonomi masyarakat tertentu di tengah kesulitan masyarakat secara umum akan menjadi persoalan.


"Kita juga harus melihat situasi fiskal kita, apalagi situasi rakyat kita sekarang ini kan juga sedang tidak baik baik saja," kata Doli di kompleks parlemen, Selasa (19/8), dikutip dari CNN Indonesia.


"Jangan sampai misalnya di tengah masyarakat kita secara umum itu kesulitan secara ekonomi tapi ada kelompok lain yang naik gajinya kan tentunya menjadi persoalan," imbuhnya.


Ahmad Doli beranggapan bahwa menaikkan gaji PNS di situasi ekonomi saat ini tidak mudah. Pertama, kata dia, keputusan itu harus melihat kondisi fiskal pemerintah.


Halaman:

Komentar