Sri Radjasa menyoroti bahwa kebijakan strategis itu diumumkan justru pada saat Presiden Prabowo sedang tidak berada di dalam negeri.
"Ketika presiden tidak ada, Sigit membuat kebijakan yang sangat strategis sekali, ya kan ini bahaya, Pak," ujarnya.
Menurutnya, ini bukanlah sekadar masalah teknis waktu, melainkan sebuah manuver yang tidak etis dan menunjukkan pembangkangan.
Ia meyakini Presiden Prabowo "sangat-sangat pertama bingung, kedua marah" atas tindakan tersebut.
Sri Radjasa mengungkap bahwa ini bukan kali pertama Kapolri Sigit mengabaikan perintah.
Berdasarkan informasi intelijen A1, ia menceritakan sebuah insiden pada tahun 2025 di mana Presiden secara spesifik memerintahkan Sigit untuk menempatkan seorang perwira penerima Adhi Makayasa sebagai Kapolda dalam mutasi yang akan datang.
Namun, saat Surat Keputusan (SK) mutasi terbit, nama perwira tersebut tidak ada.
"Tidak ada satu nama, dia (Presiden) marah-marah, baru disusulkan. Coba, ini kan melawan perintah," tutur Sri Radjasa. Menurut Sri Radjasa, yang memiliki latar belakang militer, tindakan insubordinasi bukanlah pelanggaran disiplin biasa.
Ia menegaskan bahwa melawan perintah atasan, apalagi Presiden, adalah tindakan pidana yang sanksinya sangat berat.
"Sanksinya penjara dan pecat. Cuma itu dua," katanya.
Sumber: Konteks
Artikel Terkait
Pesan Natal Kardinal Suharyo: Seruan Pertobatan Pejabat di Tengah Maraknya Kepala Daerah Diciduk KPK
Pilkada Lewat DPRD: Hanya Akal-Akalan Elite Politik untuk Kekuasaan?
Pengakuan Yusril Ihza Mundur Demi Gus Dur Jadi Presiden 1999: Fakta Sejarah Terungkap
Hashim Djojohadikusumo Bantah Isu Lahan Sawit Prabowo: Klarifikasi Lengkap dan Fakta