PARADAPOS.COM - Analis Politik dan Militer Selamat Ginting, mengingatkan Presiden Prabowo Subianto tentang potensi risiko politik serius akibat keputusan menempatkan Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya di posisi Sekretaris Kabinet.
Ginting menilai langkah ini melanggar Undang-Undang TNI Nomor 34/2004 dan berpotensi memicu hak angket DPR serta menjatuhkan kredibilitas Prabowo jika tak segera dikoreksi.
Hal itu disampaikan di podcast akun YouTube Madilog yang dipandu Indra Piliang (10/3/2025).
Selamat Ginting mendesak Prabowo belajar dari era Presiden SBY yang tertib dalam menempatkan militer di jabatan sipil, termasuk memensiunkan perwira terlebih dahulu.
“Saya menyayangkan mengapa Presiden Prabowo mengapa ikut-ikutan mantan Presiden Jokowi yang merusak sistem TNI. Pensiunkan Teddy. Dalam kasus Teddy kirim dia ke Papua, pimpin kompinya untuk menghadapi OPM itu,” kata Selamat Ginting.
“Bukan kemudian dia. Ini dia kopasus, komando pasukan khusus. Bukan tugasnya buka tutup pintu, seharusnya buka tutup pertempuran bukan buka tutup pintu dan juga bukan pegang-pegang map gitu,” Imbuhnya.
Kata Selamat Ginting, tentara ini diciptakan untuk memimpin pertempuran untuk tugas perang bukan tugas-tugas yang seperti ini.
“Berapa banyak saya mendapatkan pesan WA dari perwira tinggi dari mulai bintang 4, bintang 1. 4, 2, 3,1 dan kolonel serta lulusan akademi militer lainnya, resah dengan kasus Teddy ini,” ungkap Selamat Ginting.
Sebagai Letnan Kolonel kata Indra Piliang, mestinya dia Komandan Batalyon.
“Jangankan Komandan Batalyon, sebelum ini diberikan jabatan wakil Komandan Batalyon infanteri 238 pada raider Kostrad tapi tidak pernah ditempat sejak setahun lalu Februari 2024 sampai sekarang,” jawab Selamat Ginting.
Ginting menyebutkan Negara lagi-lagi dirugikan. Seharusnya posisi ini ditempati perwira yang lain saja sehingga batalyon ini punya wakil komandan Batalyon, bukan kosong seperi ini.
Artikel Terkait
KPK Wajib Periksa Jokowi dan Luhut Terkait Kasus Korupsi Proyek Whoosh, Ini Alasannya
Update Kasus Ijazah Jokowi: Gelar Perkara Segera Digelar, Satu Terlapor Belum Diperiksa
KPK Didorong Periksa Jokowi & Luhut di Kasus Whoosh, Begini Kata Pakar Hukum
Halim Kalla Belum Ditahan, Ini Kronologi Lengkap Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun