"Sebetulnya mereka ini adalah bagian dari barisan sakit hati. Dan gerakan mereka tidak bisa dianggap sebagai suara resmi purnawirawan secara keseluruhan," kata dia, Senin (5/5/2025).
Dia memaparkan, kelompok Purnawirawan TNI tersebut tidak memiliki legitimasi organisasi formal karena tidak mewakili institusi purnawirawan TNI secara resmi.
Dalam penilaiannya, surat pernyataan sikap yang ditandatangani ratusan purnawirawan jenderal itu tidak mewakili institusi resmi dan lebih mencerminkan kepentingan politik pribadi sekelompok individu.
"Kalau saya mencermati, mereka ini tidak membawa wadah organisasi. Ini murni bersifat personal dan subjektif," tegas dia.
Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya (Ninja) ini juga menyebut bahwa banyak purnawirawan dari tiga matra TNI—darat, laut, udara—yang secara resmi tetap mendukung pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sesuai sumpah prajurit dan Sapta Marga.
Advokat yang banyak malang melintang menangani berbagai kasus tersebut juga menyentil bahwa sebagian Jenderal yang turut menandatangani tuntutan adalah tokoh-tokoh yang sebelumnya berada di barisan pendukung pasangan calon lain pada Pilpres 2024.
Menurutnya, tuntutan kedelapan terkait penggantian wakil presiden sangat kental nuansa politiknya.
Dia menyebut bahwa tuntutan lainnya hanya sebagai “pemanis” untuk mengaburkan agenda utama yakni ingin memakzulkan Wapres Gibran Rakabuming Raka melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Yang penting sebenarnya bukan soal UUD atau proyek nasional, tapi targetnya adalah menjatuhkan legitimasi Wapres Gibran," jelas Suhadi.
Pengacara yang memiliki segudang pengalaman ini juga menilai tudingan terhadap Gibran terkait batas usia pencalonan tidak berdasar.
Dia mengungkapkan bahwa prosesnya telah sah dan sesuai mekanisme hukum.
“Permohonan batas usia itu bukan diajukan oleh Gibran. MK sudah memutus, dan putusan MK itu bersifat final dan mengikat,” terangnya.
Suhadi juga menjelaskan bahwa setelah putusan MK, DPR, KPU, dan lembaga-lembaga terkait telah mengikuti prosedur hukum yang berlaku sebelum Gibran resmi mendaftar sebagai cawapres.
Dia menyayangkan adanya narasi yang mencoba mendeligitimasi pasangan terpilih Prabowo-Gibran menyalahi aturan MK dan kekuasaan hakim, padahal pasangan ini telah memperoleh dukungan rakyat secara sah.
"Sebanyak 58 persen suara rakyat adalah legitimasi yang sangat kuat. Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi harus diakui bahwa rakyat sudah memutuskan," jelasnya.
Perihal polemik ini, Suhadi mengajak semua pihak untuk berhenti menggulirkan narasi-narasi destruktif dan mulai mendukung pemerintahan baru yang telah dilantik.
Suhadi kembali menegaskan bahwa pemerintah harus tetap fokus pada agenda pembangunan tanpa terpengaruh tekanan dari kelompok kecil yang sarat kepentingan pribadi.
"Mari kita lihat ke depan. Pemilu sudah selesai. Kini saatnya semua elemen bangsa bersatu demi Indonesia," paparnya.
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
Istri Abdul Wahid Buka Suara ke UAS: Uang Sitaan KPK Rp 1,6 M Bukan Korupsi, Tapi Tabungan Berobat Anak
Susno Duadji Buka Suara Soal Ijazah Jokowi & Kasus Roy Suryo: Analisis Hukum Terkini
Mahfud MD Prediksi Vonis NO untuk Roy Suryo, Beberkan Alasan Hakim Harus Balikkan Logika Hukum
Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa Diperiksa Polisi sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi