Pengamat: Tak Respon Surat Pemakzulan Gibran, Puan Tersandung Kasus Suaminya!

- Selasa, 08 Juli 2025 | 05:50 WIB
Pengamat: Tak Respon Surat Pemakzulan Gibran, Puan Tersandung Kasus Suaminya!




PARADAPOS.COM - Pengamat politik Muslim Arbi menyoroti sikap Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang dinilai diam dan tidak merespons surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka


Ia menduga, sikap bungkam Puan bukan tanpa sebab. 


Menurutnya, putri Megawati Soekarnoputri itu tengah menghadapi tekanan politik yang tidak ringan, terutama karena keterlibatan suaminya, Happy Hapsoro, dalam kasus mega proyek BTS Kominfo.


“Diamnya Puan dalam merespons surat pemakzulan Gibran menunjukkan bahwa dia sedang dalam posisi politik yang lemah. Dia bisa jadi tersandera kasus suaminya yang terseret dalam pusaran korupsi BTS Kominfo,” ujar Muslim Arbi, Selasa (8/7/2025).


Muslim menyebutkan bahwa kasus korupsi BTS bukan sekadar skandal keuangan biasa, melainkan telah menjadi alat tawar-menawar politik yang sangat efektif. 


Menurutnya, kasus tersebut membuka celah bagi penguasa untuk mengendalikan sejumlah elite politik, termasuk dari kalangan PDI Perjuangan.


“Kalau Puan bergerak, misalnya ikut mendorong pemakzulan Gibran, maka sangat mungkin ‘dosa-dosa’ keluarganya ikut dibongkar. Ini bukan rahasia lagi. Kasus BTS bisa dijadikan alat tekanan untuk menutup mulut politisi-politisi tertentu,” tambah Muslim.


Sebelumnya, sejumlah purnawirawan TNI mengajukan surat kepada DPR RI untuk memulai proses pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran. 


Surat tersebut didasari oleh dugaan pelanggaran konstitusi dalam proses pencalonan Gibran pada Pilpres 2024, khususnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang dinilai sarat konflik kepentingan karena melibatkan pamannya, Anwar Usman, sebagai Ketua MK kala itu.


Namun, hingga kini belum ada tanggapan resmi dari pimpinan DPR, khususnya dari Puan Maharani sebagai Ketua DPR. 


Ketika ditanya wartawan, sejumlah anggota Fraksi PDIP bahkan terkesan menghindar dari topik tersebut, dan menyebut bahwa DPR akan menelaah secara prosedural.


“Prosedural itu betul, tetapi diam terlalu lama dalam kasus ini justru membuat publik bertanya-tanya: apakah DPR sudah tidak punya keberanian politik?” kritik Muslim.


Puan Maharani berada dalam posisi dilematis. 


Sebagai ketua DPR sekaligus tokoh kunci PDIP, ia harus menghadapi tekanan dari dua kutub kekuasaan: Prabowo-Gibran sebagai pemegang kuasa eksekutif yang baru, dan Megawati Soekarnoputri sebagai simbol ideologis partai.


“Kalau Puan bersuara keras terhadap Gibran, bisa jadi itu dianggap PDIP mendeklarasikan perang terbuka dengan Jokowi dan Gibran. Tapi kalau dia diam, justru terkesan DPR tidak menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas dan pengimbang kekuasaan,” jelas Muslim.


Menurutnya, publik menanti apakah DPR berani menegakkan konstitusi atau justru memilih kompromi politik yang membungkam suara kebenaran.


Muslim Arbi juga melihat kemungkinan bahwa Puan Maharani dan PDIP saat ini memang memilih untuk diam, namun menyimpan akumulasi politik yang bisa digunakan di momen-momen strategis, seperti  Pemilu 2029.


“Bisa jadi ini adalah strategi diam untuk menyimpan amunisi. Tapi strategi ini punya risiko. Jika publik melihat DPR tidak tegas, maka kepercayaan publik akan terus menurun,” pungkasnya.


Surat pemakzulan terhadap seorang wakil presiden bukan perkara ringan. 


Tetapi dalam konteks Gibran Rakabuming, pemakzulan menjadi simbol perlawanan terhadap dugaan manipulasi konstitusi. 


Jika lembaga seperti DPR bungkam dan enggan menjalankan fungsi check and balance, maka kekuasaan akan bergerak tanpa rem.


Puan Maharani kini menjadi figur kunci. 


Keputusan dan sikap politiknya akan membentuk persepsi publik terhadap integritas DPR dan PDIP. 


Namun, selama bayang-bayang kasus hukum yang melibatkan keluarga dekatnya masih menggantung di udara, kecil kemungkinan Puan akan mengambil langkah konfrontatif terhadap kekuasaan.


Dan jika dugaan Muslim Arbi benar, maka kasus BTS tak hanya mencederai keuangan negara, tapi juga memperlihatkan bagaimana korupsi bisa menjadi instrumen politik yang membungkam suara kebenaran dan melemahkan demokrasi.


Sumber: SuaraNasional

Komentar