Ia mencontohkan beberapa kebijakan populis Prabowo, seperti pembatalan rencana kenaikan PPN 12% dan penanganan sigap masalah kelangkaan gas 3 kg, sebagai bagian dari implementasi strategi "Joko Tingkir" tersebut.
Langkah-langkah ini seolah menjadi jawaban heroik atas masalah yang sempat meresahkan masyarakat.
Meski begitu, Mahfud menegaskan bahwa kunci utama pemberantasan korupsi bukanlah terletak pada pembuatan regulasi baru.
Menurutnya, perangkat hukum di Indonesia sudah lebih dari cukup untuk menjerat para koruptor.
Masalah sesungguhnya, kata dia, berakar pada integritas para penegak hukumnya.
"Kalau pimpinan aparat penegak hukumnya bagus, dia akan menindak korupsi di kabinet tanpa perlu perintah langsung dari Presiden," tegas Mahfud.
Ia menekankan vitalnya menempatkan sosok-sosok berintegritas dan bernyali di pucuk pimpinan lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung.
Lebih lanjut, Mahfud MD juga membantah spekulasi yang menyebut Presiden Prabowo takut pada kekuatan partai politik di koalisinya. Ia justru berpandangan sebaliknya.
Menurutnya, dengan kepemimpinan yang kuat dan aparat yang bersih, seharusnya partai politiklah yang takut kepada presiden, bukan sebaliknya.
Keyakinan ini menjadi dasar optimismenya bahwa korupsi bisa diberantas secara sistematis jika ada kemauan politik yang kuat dari pucuk pimpinan.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Kedekatan Sarjan dengan Gibran di Kasus Suap Bupati Bekasi: KPK Diminta Usut Tuntas
Putri Candrawathi Dapat Remisi Natal 2025: Potongan Masa Hukuman 1 Bulan
Kasus Dana CSR BI: Perry Warjiyo Belum Disentuh KPK, Ini Analisis Hukum dan Daftar Tersangka Potensial
Harvey Moeis Dapat Remisi Natal 2025: Potongan Masa Pidana 1 Bulan, Ini Vonis 20 Tahun & Kerugian Rp300 Triliun