Di masa revolusi kemerdekaan 1945, Rahmah turut berjuang langsung sebagai Bundo Kanduang dalam barisan Sabilillah dan Hizbullah. Perguruan Diniyyah Puteri yang ia dirikan menjadi basis perjuangan dengan mendukung logistik dan pendidikan bagi pejuang kemerdekaan.
Sikap nasionalismenya juga tercermin dari penolakannya terhadap bantuan dana dari pemerintah Hindia Belanda. Ia memilih menjaga kemandirian pesantrennya agar tidak tunduk pada kekuasaan kolonial.
Pengakuan Internasional dan Warisan Abadi
Kontribusi Rahmah El Yunusiyyah mendapat pengakuan internasional. Pada tahun 1955, Rektor Universitas Al-Azhar Kairo, Dr. Syekh Abdurrahman Taj, berkunjung ke Diniyyah Puteri dan terkesan dengan sistem pendidikannya. Rahmah kemudian diundang ke Mesir dan menjadi ulama perempuan pertama yang mendapat gelar kehormatan Syaikhah dari Universitas Al-Azhar.
Warisan Rahmah masih hidup melalui Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang yang kini berkembang menjadi lembaga pendidikan lengkap dari PAUD hingga Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT). Rumahnya di Padang Panjang telah dijadikan Museum Rahmah El Yunusiyyah untuk mengenang perjuangan sang pelopor pendidikan perempuan.
Penetapan Rahmah El Yunusiyyah sebagai Pahlawan Nasional menjadi bentuk penghargaan atas dedikasinya membangun fondasi pendidikan Islam yang inklusif, mandiri, dan visioner bagi perempuan Indonesia.
Artikel Terkait
Cara Menulis Artikel SEO yang Optimal: Panduan Lengkap untuk Pemula
Ustaz Abdul Somad Bela Gubernur Riau Ditangkap KPK, Dampak & Analisis Politik
Syaikhona Muhammad Kholil, Guru KH Hasyim Asyari, Resmi Jadi Pahlawan Nasional
Rahma El Yunusiyah: Pahlawan Nasional 2025, Pelopor Pendidikan Perempuan Indonesia