Pejuang Yang Bersekutu Dengan Musuh: 'Prabowo dan Jokowi Dalam Bayangan Pengkhianatan'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Ketika Prabowo Subianto mencalonkan diri dalam Pilpres 2014 dan 2019, ia berdiri sebagai lawan utama Joko Widodo.
Dalam dua pertarungan itu, Prabowo tampil sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi yang dianggap merugikan rakyat.
Namun, setelah kekalahannya yang kedua, Prabowo memilih jalan yang mengejutkan: ia bergabung dengan pemerintahan Jokowi sebagai Menteri Pertahanan.
Keputusan ini tidak hanya mengecewakan para pendukungnya, tetapi juga menjadi ironi politik yang mencolok.
“Orang yang berjuang demi kebebasan tetapi bersekutu dengan penindas, pada akhirnya hanya memperpanjang perbudakan.”
Kutipan anonim ini menggambarkan kondisi yang terjadi pada Prabowo. Ia, yang dulu dianggap sebagai simbol perjuangan bagi rakyat yang kecewa dengan kepemimpinan Jokowi, kini justru menjadi bagian dari sistem yang ia lawan. Banyak yang merasa dikhianati oleh keputusannya, karena mereka melihat bahwa persekutuannya dengan Jokowi tidak membawa perubahan, melainkan justru memperpanjang status quo yang selama ini dikritiknya.
Lebih jauh lagi, kebersamaan Prabowo dan Jokowi di pemerintahan mencerminkan pepatah Spanyol: “Siapa yang tidur dengan anjing, jangan heran jika bangun dengan kutu.”
Prabowo yang dulu menuding Jokowi sebagai pemimpin yang gagal, kini justru menjadi bagian dari pemerintahan yang sama.
Alih-alih membawa perubahan, ia justru larut dalam politik transaksional yang menjadi ciri khas era Jokowi.
Rakyat yang dulu mempercayainya kini mempertanyakan kredibilitasnya, apakah ia benar-benar memiliki prinsip atau hanya seorang oportunis.
Artikel Terkait
Kontroversi Bandara IMIP: Fakta, Data Lengkap, dan Respons Menhan Soal Bea Cukai
Kontroversi Anggaran Filipina 2025: Korupsi Infrastruktur vs Kesejahteraan Rakyat
Skandal IMIP: Bandara Ilegal & Dugaan Ekspor Nikel Rp14,5 Triliun Diumkap Said Didu
Wisata Budaya Kalimantan Selatan: Panduan Lengkap Banjar & Dayak 2024