Prabowo Harus Belajar dari Pak Harto: Mengelola Kekuasaan, Akademisi, dan Peran Militer

- Jumat, 21 Februari 2025 | 07:35 WIB
Prabowo Harus Belajar dari Pak Harto: Mengelola Kekuasaan, Akademisi, dan Peran Militer

Mengasuh Politikus Ulung untuk Keberlanjutan Kekuasaan

Pak Harto tidak hanya membangun sistem kekuasaan, tetapi juga mencetak kader politik yang memahami bagaimana menjalankan pemerintahan. 


Politikus-politikus yang tumbuh di era Orde Baru memahami cara bekerja dalam sistem yang telah dibangun, sehingga kekuasaan tetap stabil meski ada pergantian individu dalam struktur pemerintahan.


Prabowo perlu memahami bahwa politik tidak hanya soal kekuasaan individu, tetapi juga tentang membangun kaderisasi yang solid. 


Ia harus mampu mengelola dan membina politikus berbakat, bukan hanya mengandalkan orang-orang dari lingkaran pribadinya atau kelompok oligarki tertentu. 


Keberlanjutan kepemimpinan tidak bisa hanya bertumpu pada figur sentral, tetapi juga pada sistem yang berjalan secara efektif.


Dwi Fungsi ABRI: Apakah Masih Relevan?

Salah satu pilar utama kekuasaan Pak Harto adalah konsep Dwi Fungsi ABRI, yang memberikan peran ganda bagi militer sebagai alat pertahanan negara sekaligus kekuatan sosial-politik yang ikut mengatur pemerintahan. 


Dengan menempatkan perwira di berbagai posisi strategis, mulai dari gubernur, bupati, hingga menteri, Pak Harto memastikan kontrol penuh atas negara.


Namun, pasca-reformasi 1998, Dwi Fungsi ABRI dihapus karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi. Masyarakat menolak dominasi militer dalam politik sipil. 


Jika Prabowo berusaha mengembalikan peran militer dalam pemerintahan secara terang-terangan, ia akan menghadapi perlawanan besar dari masyarakat sipil dan komunitas internasional.


Sebagai alternatif, Prabowo dapat membangun pengaruh melalui cara lain, misalnya dengan memperkuat kontrol terhadap birokrasi sipil dan kepolisian, mengembangkan loyalis di partai politik dan organisasi masyarakat, serta menguasai sektor ekonomi untuk memperkuat stabilitas politiknya. 


Strategi ini lebih halus dan dapat diterima dibandingkan dengan menghidupkan kembali Dwi Fungsi secara formal.


Kesimpulan


Prabowo dapat mengambil pelajaran dari Pak Harto dalam membangun stabilitas, merangkul akademisi, dan mengelola kekuasaan. 


Namun, ia juga harus belajar dari kesalahan Pak Harto, terutama dalam hal pengekangan demokrasi dan ketergantungan pada militer. 


Mengembalikan Dwi Fungsi ABRI bukanlah strategi yang bijak, tetapi membangun pengaruh melalui jalur yang lebih halus dapat menjadi pilihan yang lebih realistis. 


Jika Prabowo benar-benar ingin mengikuti jejak Pak Harto, ia harus menyesuaikan pendekatannya dengan dinamika politik modern yang lebih terbuka dan demokratis. ***


Sumber: FusilatNews

Halaman:

Komentar