Dengan manuver politik yang mereka lakukan, disertai dalih pembenaran untuk menjawab kegusaran masyarakat terhadap peristiwa ini.
Tampaknya Joko Widodo setelah tidak lagi menjabat jadi Presiden tidak lagi gesit dan liat dalam mengcounter persoalan isu ijazah.
Sebab perangkat kekuasaan yang ia punya sepertinya sudah melemah powernya lambat laun mengalami kerapuhan.
Meski masih punya sedikit sisa power, tetapi mesin politik dan penggerak hukunya tidak lagi kuat untuk digerakan guna menangkis rumor-rumor yang beredar.
Justru semakin alot Jokowi mempertahankan konfidensinya. Maka semakin kuat pula perlawanan masyarakat kepadanya.
Pertahanan Joko Widodo tampak mulai jebol dan kerepotan dalam menghadapi kejaran masyarakat yang memperjuangkan transparansi, kebenaran.
Joko Widodo bukanlah Soeharto yang memilki strategi kuat dan matang. Sebagaimana Soeharto mensiasati Supersemar sebagai alat politik untuk naik tahta sebagai Presiden.
Soeharto lihai memanipulasi sejarah Supersemar dengan piawai dan berujung menjadi misteri.
Perangkat Politik dan hukum telah disiapkan secara matang oleh Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan Soekarno secara manipulatif.
Meski dikemudian hari wacana tentang Supersemar tetap menjadi bagian agenda bangsa.
Tetapi Soeharto dalam praktek politiknya tidak mengobral kebohongan dan memproduksi janji pada rakyatnya. Perbedaan signifikan ini yang membedakan antara Soeharto dengan Joko Widodo.
Karena pada masa Soeharto teknologi informasi tidak secanggih sekarang, sehingga supersemar boleh dikata sebagai kecelakaan sejarah pertama pada bangsa ini.
Demikian juga kasus ijazah Joko Widodo merupakan kecelakaan sejarah yang kedua bagi setelah Supersemar.
Meski pola kasus yang berbeda tetapi sedikit banyak memilki kemiripan, ijazah Joko Widodo akan menjadi gelap manakala tidak akan ada trasnparansi baik datng dari Joko Widodo maupun kampus UGM. Kasus “ijazah palsu” bisa menyerupai cerita Supersemar.
Manakala masyarakat tidak mengawal dengan baik, berjuang untuk mendesak pada Joko Widodo agar dirinya bisa menunjukkan Ijazah aslinya.
Sebab memanipulasi keaslian ijazah akan membawa malapetaka dan tergolong dalam legal crime.
Sejak adanya informasi “ijazah palsu” Joko Widodo. Sebagian masyarakat mengalami disorientasi berpikir.
Untuk menjelaskan paradigma keterbelahan arus informasi di dalam masyarakat, dapat kita telisik dan pisahkan dengan memakai perspektif teori perilaku pencarian informasi pendekatan analisis Ellis, Wilson dan Kuhlthau.
Setiap pemustaka atau peneliti memiliki perilaku pencarian informasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya.
Perilaku pencarian informasi mengacu kepada bagaimana seseorang mencari dan meramu suatu informasi yang diperolehnya.
Setidaknya ada tiga teori perilaku pencarian informasi dari tiga tokoh intelektual diatas.(Widiyastuti UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurnal Pustaka Budaya).
Dua kutub perpektif yang berbeda itu kini sedang diuji oleh keterwakilan arus informasi yang berkembang.
Tentu saja Jokowi akan menggeret dan berlindung pada Universitas Gajah Mada sejauh mata memandang.
Akankah Universitas Gajah Mada tegas mengeluarkan statemen jujur, transparan dan dapat dipercaya oleh publik?
Atau Universitas Gajah Mada tetap bertahan membela Joko Widodo seperti argumen seperti selama ini.
Publik akan menunggu kredibiltas dan komitmen civitas akademika Gajah Mada sebagai Univeristas unggul baik secara intelektual maupun moral.
Kredibiltas UGM sebagai Universitas terkemuka akan diuji oleh publik pada hari Selasa 14 April 2024 pagi, bertempat di ruang 109, fakultas Kehutanan UGM.
Akan diadakan pertemuan dari berbagai unsur, yakni delegasi TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) bersama kelompok masyarakat.
Pertemuan akan diterima Wakil Rektor UGM bagian kemahasiswaan. Sedang Rektor UGM Prof. dr. Ova Emilia dinyatakan berhalangan hadir.
Masyarakat menunggu kepastian pihak UGM, Apakah pertemuan tersebut akan membuka tabir terang bagi masyarakat yang telah menunggu kejujuran kampus sebagai penjaga moral.
Atau sebaliknya, jawaban pihak kampus menutup lentera yang berakibat pada kegelapan pada sebuah pencarian nilai-nilai kebenaran.
Jika demikian, maka ijazah Joko Widodo tidak lebih seperti Supersemar yang sepanjang masa akan selalu menjadi misteri.
***
Artikel Terkait
Demo Komisaris Transjakarta Kecam Publik Jepang, Desakan Pecat Menguat
Demo Komisaris Transjakarta Ancam Gorok Leher, Publik Jepang Desak Larangan Masuk
Kematian Terapis 14 Tahun di Delta Spa: DPR Desak Usut Tuntas Dugaan Eksploitasi Anak
Komisaris Transjakarta Dilarang Masuk Jepang, Kecam Orasi Ancaman Gorok Leher