Untuk Apa Mempersoalkan Ijazah Jokowi?

- Selasa, 15 April 2025 | 05:50 WIB
Untuk Apa Mempersoalkan Ijazah Jokowi?

Pendidikan moral juga tidak penting. Yang penting, kekuasaan didapat, apa pun caranya, halal haram tidak penting.


Jokowi adalah pejabat publik. Bahkan pemimpin tertinggi sebuah negara. Sepatutnya ia mencontohkan hal-hal baik kepada rakyatnya, terutama generasi mudanya. 


Nilai-nilai baik itulah yang harus diteruskan dari generasi ke generasi. Bukan sebaliknya, contoh buruk dan generasi berikutnya menjadikannya sebagai preferensi.


Bayangkan! Jika ratusan juta anak-anak muda IndOnesia terang terangan sudah diajari oleh pemimpin tertingginya: curang nggak papa, menipu nggak papa, ingkar janji nggak papa, halalkan segala cara ndak papa, yang penting jabatan bisa diraih. 


Bila perlu korbankan orang lain termasuk institusi terhormat, anggap aja mereka itu hanya batu lompatan untuk meraih karir politik...


Apa jadinya Indonesia masa depan? Itu kalau masa depan Indonesian dipikirkan. Kalau tidak? 


Ya sudahlah! Ramai-ramai saja siapa pun bikin ijazah yang tidak jelas dan yang tak perlu dibuktikan kejelasannya! 


Toh kata Rocky Gerung, ijazah itu hanyalah tanda orang pernah selesai kuliah, bukan tanda orang bisa berpikir apalagi dengan pikiran yang jernih dan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik nalar berpikirnya...


Betapa mengerikannya jika ada ajaran seperti itu. Betapa mengerikannya jika semua orang tua mengajarkan anaknya perilaku semacam itu: halalkan apa pun caranya, yang penting berkuasa!


"Budi pekerti itu nggak penting, nak. Lakukan apa saja yang penting tujuanmu tercapai. Bila perlu dengan cara-cara kontroversial. Bila perlu dengan cara-cara tak jujur. Politik seperti itu memang. Ingkar janji dan mengorbankan orang lain itu biasa. Wajar. Kamu nggak usah merasa bersalah atau merasa berdosa. Dalam politik salah dan dosa itu tidak ada. Tidak penting. Kalau bisa mengorbankan orang orang, bisa menipu rakyat, kenapa harus mengorbankan diri sendiri. Nikmati aja fasilitas negara, duit rakyat, dan empuknya kursi kekuasaan. Nggak perlu pusing dengan konstitusi, undang-undang, apalagi moral. Bila perlu undang-undang itu yang kita ubah sesuka hati kita. Fokus aja pada tujuan. Soal moral anggap aja itu hanya dongeng untuk rakyat jelata..... "


Betapa mengerikannya kalau ada seratus orang tua yang punya pemikiran seperti itu dan mewariskan pikirannya itu kepada anak-anaknya. 


Anda bayangkan saja pada suatu hari Anda mengajari anak Anda doktrin seperti itu. Lalu anak Anda mengangguk-angguk menerimanya. Siap mempraktikkannya...


Jujur

Pintar

Amanah


Semua itu tidak penting dalam hidup penting.


Karena yang terpenting adalah berkuasa!!! Pada saat uang saya korbankan siapa saja, tipu siapa saja. 


Yang penting jangan kamu yang rugi. Korbankan sebanyak-banyaknya orang tidak masalah yang penting jangan kamu yang jadi korban.


Saya jadi ingat dengan Taman Siswa dan Ki Hajar Dewantara.Bagaimana pendidikan tinggi Taman Siswa menyikapi fenomena seperti itu? 


Menurut saya, inilah momentum yang tepat untuk kembali memperjuangkan mata pelajaran budi pekerja sebagai kurikulum penting dalam pendidikan nasional seperti ajaran Ki Hajar Dewantara. Budi pekerti yang hilang dari bangsa ini harus dikembalikan lagi.


Atau, bahkan Taman Siswa pun tidak lagi menganggap penting budi pekerti? 


Ajaran Ki Hajar Dewantara tentang budi pekerti dianggap tidak relevan lagi di jaman sekarang ini? Entahlah...


***

Halaman:

Komentar