Terungkap Sosok Jokowi Saat Masih Kuliah di Mata Dosen UGM Kasmudjo, Mahasiswa Cerdas & Berprestasi?

- Senin, 12 Mei 2025 | 09:55 WIB
Terungkap Sosok Jokowi Saat Masih Kuliah di Mata Dosen UGM Kasmudjo, Mahasiswa Cerdas & Berprestasi?

PARADAPOS.COM - 20/11/2019 - Kasmudjo, dosen pembimbing akademik Presiden Jokowi saat kuliah, mengungkap seperti apa mahasiswanya tersebut.


Seperti yang diketahui, Presiden Jokowi menempuh pendidikan sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.


Saat berkuliah di UGM, Presiden Jokowi mengambil jurusan Kehutanan.


Jurusan yang dipilih oleh Presiden Jokowi ini berhubungan dengan pekerjaannya sebelum menjadi presiden.


Ketika belum terjun di dunia politik, Presiden Jokowi berprofesi sebagai pengusaha mebel. Usahanya pun terbilang cukup sukses.


Namun Presiden Jokowi banting stir dan terjun ke dunia politik dengan menjadi Wali Kota Solo.


Dari Wali Kota Solo, Presiden Jokowi langsung memenangkan pemilu sebagai Gubernur DKI Jakarta.


Baru dua tahun menjabat, Jokowi menang dan menjabat sebagai Presiden sampai saat ini.


Sosok Presiden Jokowi yang tak banyak diketahui orang pun diungkap oleh dosen pembimbing akademiknya saat berkuliah di UGM dulu.


Usia Kasmudjo memang sudah tidak muda lagi. Namun pria berusia 68 tahun ini masih ingat ketika menjadi dosen akademik sekaligus pembimbing skripsi Joko Widodo.


Di matanya, Joko Widodo merupakan mahasiswa yang sederhana dan disiplin.


"Saya kan dosen pembimbing akademik, jadi tahu lika-liku Beliau (Joko Widodo) dalam belajar dan skripsi," ujar Kasmudjo saat ditemui seusai acara reuni di Fakultas Kehutanan UGM, Selasa (19/12/2017).


Kasmudjo menceritakan, Joko Widodo merupakan mahasiswa yang termasuk di atas rata-rata.


Selain itu, Joko Widodo juga aktif di kegiatan Mapala Fakultas Kehutanan, Silvagama.


"Termasuk mahasiswa yang di atasnya rata-rata, dan Beliau itu juga aktif di Silvagama. Jadi Kelebihannya di situ, bukan semata-mata akademik saja," tegasnya.


Joko Widodo juga mahasiswa yang sederhana dan disiplin. Setiap kali janjian untuk bimbingan, selalu datang dan tidak pernah mengingkari. 


"Ya dari dulu yang saya lihat, Beliau itu sederhana, lalu juga disiplin. Setiap janji bimbingan selalu datang," urainya.


Skripsi Joko Widodo saat itu membahas tentang mebel. Penelitian skripsinya dilakukan di Solo, Jawa Tengah.


"Skripsinya itu tentang mebel juga. Jadi ada senior saya, ada kegiatan mebel evaluasi, lalu mahasiswa-masiswa yang suka di bidang itu diajak. Waktu itu beliau skripsinya juga di Solo, bagaimana evaluasi kondisi mebel-mebel di sana," tuturnya.


Joko Widodo menyelesaikan skripsinya dalam waktu sekitar 6 bulan. Indeks Prestasi Komulatif (IPK) yang diperoleh Joko Widodo terbilang bagus.


Bahkan meski sibuk dengan berbagai kegiatan, Jokowi bisa lulus tepat waktu. 


"Beliau lulus tepat waktu dan IP-nya memuaskan. Setelah lulus juga masih sering main dengan saya," pungkasnya.


Jokowi Tak Mungkin Lulus dari UGM, IPK Tak Sampai Dua!



PARADAPOS.COM - Meskipun sempat menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Presiden Joko Widodo ternyata pernah mengakui bahwa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diraihnya berada di bawah angka 2,00.


Pernyataan mengejutkan itu disampaikan Jokowi sendiri dalam sebuah seminar bertajuk "Memimpin dengan Hati" yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII) pada 28 Juni 2013.


Dengan IPK serendah itu, mustahil ia bisa memenuhi syarat kelulusan dari UGM—bahkan untuk standar akademik di tahun 1980-an sekalipun.


Dalam acara yang juga menghadirkan Mahfud MD dan Buya Syafii Maarif itu, Jokowi berseloroh bahwa IPK-nya bahkan tidak mencapai angka dua.


Kala itu, moderator Rosiana Silalahi menggoda para pembicara dengan menyebut Mahfud dan Jokowi sebagai pasangan ideal untuk Pemilu Presiden 2014.


Saat Buya Syafii ditanya siapa yang layak jadi RI 1 dan siapa RI 2, ia menghindar dan menyebut pertanyaan itu jebakan.


Namun ia menekankan bahwa pemimpin ideal bukan dilihat dari gelar atau IPK semata, melainkan integritas dan kepeduliannya pada rakyat.


"Hanya itu ukurannya, IPK 4 bukan indikator," ucap Buya. 


Tapi ia menambahkan bahwa IPK ideal sebaiknya tidak di bawah tiga.


Saat giliran Mahfud MD menjawab, ia menyebut IPK-nya dulu 3,8. 


Jokowi, yang saat itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, menjawab lebih santai, “Dua saja tidak ada.”


Pernyataan ini kemudian menjadi sorotan publik dan viral di media sosial.


Sejumlah netizen mengungkit kembali ucapan itu di Facebook @tikasarjono, bahkan mempertanyakan apakah Jokowi sebenarnya memenuhi syarat akademik untuk lulus dari UGM.


Sebagai catatan, untuk bisa lulus dari Program Sarjana di Fakultas Kehutanan UGM di tahun 1980-an, mahasiswa harus:


Halaman:

Komentar