Ijazah Palsu dan Mati Langkah Jokowi

- Sabtu, 31 Mei 2025 | 13:10 WIB
Ijazah Palsu dan Mati Langkah Jokowi


'Ijazah Palsu dan Mati Langkah Jokowi'


Oleh: Buni Yani


Pengumuman Bareskrim soal keaslian ijazah Jokowi sama sekali tidak memadamkan keraguan publik akan kepalsuan dan kebohongan Jokowi. Sebaliknya publik malah semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali. 


Sejumlah dokumen yang ditampilkan oleh Bareskrim untuk menopang dan membuktikan keaslian ijazah itu malah menjadi obyek penelitian yang semakin menguatkan kepercayaan publik bahwa ijazah Jokowi memang palsu.


Situasi sekarang sudah menemui jalan buntu atau kuldesak. Jokowi dan Bareskrim berusaha sangat keras meyakinkan publik, tetapi publik malah semakin curiga dengan langkah-langkah tidak alami itu. Dokumen berbicara sendiri mengenai keaslian atau kepalsuannya. 


Tidak perlu dirias dan didandani. Tidak perlu membujuk apa lagi menggertak orang untuk percaya.


Kuldesak ini membuat Jokowi semakin panik yang menjadikannya mati langkah. Seperti biasa, bila terdesak, Jokowi akan menggunakan jurus survei untuk mempengaruhi opini publik. 


Jokowi menggunakan tangan pollster untuk meng-counter opini publik yang tak kunjung berubah sejak kasus ijazah palsu meledak kembali.


Sangat besar kemungkinan Jokowilah yang mendanai survei mengenai tingkat kepercayaan publik mengenai ijazahnya. 


Menurut hasil survei tersebut, sebagian besar responden yang mencapai 66,9%, tidak percaya bahwa Jokowi memalsukan ijazah. 


Persoalannya, apakah survei ini bermaksud membalik persepsi publik dengan survei yang tiba-tiba entah dari mana asalnya?


Jika itu tujuannya, sudah bisa dipastikan tujuannya akan gagal. Publik tentu saja tidak sebodoh yang dibayangkan Jokowi dan pollster itu. 


Survei yang bisa jadi sudah direkayasa metode dan hasilnya itu tidak akan bisa menggiring opini mayoritas masyarakat untuk mempercayai status keaslian/kepalsuan ijazah Jokowi.


Survei tentu saja tidak akan bisa mempengaruhi jalannya kasus hukum Jokowi. Polisi, jaksa dan hakim yang punya integritas tidak akan pernah terpengaruh oleh hasil survei. 


Karena menemukan kebenaran hukum sama sekali tidak ditentukan oleh berapa banyak orang yang percaya atau tidak. Sebaliknya, kebenaran hukum ditentukan oleh fakta yang tersedia.


Kebenaran tidak ditentukan oleh berapa jumlah orang yang mempercayainya. 


Untuk menentukan apakah betul matahari terbit di timur, maka murid diajarkan sejak SD untuk mengecek apakah betul memang demikian fakta yang ditemukan. 


Bila ada guru yang mengajarkan murid-muridnya cara membuktikan apakah betul matahari terbit di timur dengan melakukan polling di kelas berapa siswa yang percaya dan tidak, maka kita sangat merekomendasikan agar guru jenis ini segera dikirim ke barak.


Rekayasa sosial menggunakan metode bandwagon effect dalam kasus ijazah Jokowi ini tidak hanya lucu karena asumsi-asumsi dasar yang digunakannya, tetapi juga sangat merendahkan kapasitas masyarakat. 


Seolah-olah bila mayoritas anggota masyarakat percaya akan keaslian ijazah Jokowi—entah angka mayoritas dalam survei ini diperoleh dengan cara yang benar dan jujur—maka otomatis anggota masyarakat lainnya langsung akan ikut-ikutan percaya.


Kuldesak ini adalah mimpi buruk Jokowi. Meskipun berusaha sekuat tenaga dengan mengerahkan semua sumber daya, publik sudah menentukan sikap bahwa ijazah Jokowi tidak mungkin asli. 


Apa pun yang dikatakan dan berkaitan dengan Jokowi sudah dicap sebagai bohong dan palsu. Sebuah sikap yang sangat mengerikan tentu saja.


Kepanikan, kerisauan, dan kekhawatiran Jokowi sangat tampak secara visual. Rambutnya semakin jarang dan rontok. Kulit muka dan lehernya seperti ditumbuhi bercak hitam yang tidak biasa. 


Fisik Jokowi berubah drastis padahal baru saja enam bulan tidak lagi menjabat. Dia tampak semakin tua dan lelah. Ada aura kekhawatiran tampak di mukanya.


Fakta perubahan penampilan Jokowi ini begitu nyata sehingga segala usaha untuk menutupinya dipastikan akan gagal. 


Bahkan usaha dari Jokowi sendiri untuk berusaha tampil sealami dan sebaik mungkin, misalnya dengan mencoba tertawa dan tenang, menjadikan publik semakin yakin bahwa Jokowi memang secara psikologis sedang mengalami tekanan besar. 


Karena semakin Jokowi berusaha tertawa dan tenang, semakin artifisial efek yang ditimbulkannya.


Kini tertawa terkekeh ciri khas Jokowi tidak lagi menjadi simbol pembeda yang dikagumi pemujanya, tetapi sudah berubah menjadi gestur kikuk dan palsu. 


Netizen yang teliti memperhatikan bahasa tubuh Jokowi bisa mendeteksi bahwa Jokowi tidak bisa lagi setiap saat mampu menguasai tubuhnya sendiri. Jokowi tampak bergerak-gerak tidak alami yang ditengarai sebagai tremor.


Sejumlah pendukung yang dulu sangat mengaguminya sekarang menjadi orang terdepan yang paling tidak percaya mengenai keaslian ijazah Jokowi. 


Sudah tidak terhitung bukti otentik yang beredar di media sosial yang menunjukkan bahwa ijazah Jokowi memang palsu. 


Mulai dari font skripsi, foto ijazah, kwitansi pembayaran SPP, transkrip nilai, dan banyak lagi, yang kesemuanya semakin membuat publik yakin bahwa ijazah Jokowi tidak mungkin asli.


Hal-hal ini membuat Jokowi semakin kehilangan akal bagaimana cara melawan opini publik yang tumbuh demikian organik. 


Tentu saja ketidakpercayaan pada ijazah Jokowi tumbuh secara organik karena muncul dari kesadaran dan proses berpikir yang alami. Muncul dari hasil melihat fakta yang bertubi-tubi memenuhi linimasa media sosial.


Mungkin hal-hal ini pula yang menggerakkan Jokowi untuk mengerahkan lembaga survei. 


Survei yang hasilnya sangat menguntungkan Jokowi itu tidak saja bertujuan untuk mengubah opini publik mengenai ijazah misterius itu, tetapi juga untuk mengubah suasana hati Jokowi sendiri yang sedang sangat kalut membayangkan kesudahan dari perkara memalukan ini.


Setidaknya Jokowi sedikit merasa tenang dengan hiburan hasil survei itu. Survei yang menjadi tertawaan publik karena basis dan tujuan penyelenggaraannya penuh masalah dan melawan kejujuran. 


Survei yang seharusnya tidak pernah diadakan karena melawan moralitas khalayak ramai yang sedang berusaha menegakkan kebenaran melalui riset masif yang dilakukan oleh relawan anonim di media sosial.


Organiknya perlawanan terhadap Jokowi didasarkan pada rasionalitas biasa. Menggunakan akal sehat saja, siapa pun bisa menilai bahwa begitu banyaknya kejanggalan pada ijazah Jokowi sudah pasti menyimpan sesuatu yang lain. 


Sesuatu yang disebut kepalsuan atau ketidakaslian karena melawan logika keaslian yang dipahami awam.


Jokowi bisa jadi tidak pernah mengantisipasi serangan masif dan organik ini karena semua dukungan di media sosial yang pernah dia dapatkan digerakkan dan direkayasa. 


Jokowi membayar buzzer untuk melakukan pembohongan publik, caci-maki, dan penyesatan terhadap kinerjanya selama 10 tahun.


Mendapatkan fakta ini, Jokowi terdesak. Jokowi sudah berada di ujung jalan buntu yang membuatnya tidak bisa lagi ke mana-mana. ***

Komentar