Sementara itu, PKB tampak lebih sibuk mengatur kompromi internal: antara kedekatan dengan NU dan janji-janji kursi menteri dari istana.
Di seberang itu, PDIP bersuara keras—tapi tak serempak. Beberapa kader masih menyimpan luka pasca Pilpres.
Sebagian ingin Gibran dilucuti, sebagian memilih diam, menunggu arah Megawati.
PKS menunjukkan kekhawatiran tapi terjebak dalam keheningan taktis. Sedangkan NasDem masih menjaga dua kaki: satu di dalam kekuasaan, satu di luar pagar istana.
Forum Purnawirawan tak hanya bicara soal keabsahan putusan Mahkamah Konstitusi yang penuh konflik kepentingan.
Mereka bicara tentang kompetensi—kata yang seolah dilarang diucapkan sejak Gibran ditetapkan sebagai cawapres.
Apa yang sudah Gibran capai sebagai pemimpin? Dua tahun menjadi wali kota, beberapa proyek estetika, dan tentu saja rekam jejak digital yang penuh diam dan gaya singkat.
Tak ada pengalaman nasional, tak ada rekam krisis, apalagi latar belakang keamanan dan diplomasi.
Pertanyaannya bukan lagi tentang “kenapa dia bisa jadi cawapres?”, tapi “apa yang terjadi jika dia jadi presiden?”
Tak sedikit yang berani menyebutnya: Indonesia sedang membuka kemungkinan dipimpin oleh seseorang yang belum cukup matang, belum cukup ditempa, dan belum cukup diuji—semua demi memenuhi ambisi politik seorang ayah yang tak lagi menjabat tapi belum mau berhenti mengatur.
Rapat pleno di DPR dalam beberapa hari ke depan bisa jadi panggung paling penting dalam sejarah demokrasi pasca-Reformasi.
Bukan karena akan ada putusan yang menggulingkan, tetapi karena semua topeng akan jatuh: siapa yang setia pada prinsip, siapa yang pasrah pada kekuasaan.
Dan ketika pintu kompromi dibuka lebar, publik akan melihat dengan mata telanjang: bahwa bukan hanya Mahkamah Konstitusi yang bisa dikendalikan. DPR pun bisa dijinakkan.
Dan Gibran, sang pangeran politik, akan tetap duduk tenang di sisi Prabowo—menunggu waktu, menunggu nasib, menunggu kemungkinan yang tak diinginkan tapi tetap mungkin terjadi: menjadi presiden sebelum waktunya. ***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Rahmah El Yunusiyyah: Pendiri Pesantren Putri Pertama di Asia Tenggara, Kini Pahlawan Nasional
Cara Menulis Artikel SEO yang Optimal: Panduan Lengkap untuk Pemula
Ustaz Abdul Somad Bela Gubernur Riau Ditangkap KPK, Dampak & Analisis Politik
Syaikhona Muhammad Kholil, Guru KH Hasyim Asyari, Resmi Jadi Pahlawan Nasional