Hingga kini belum ada penjelasan resmi perihal isi pembicaraan antara keduanya, namun waktu pemanggilan yang berdekatan dengan maraknya isu ijazah palsu membuat banyak kalangan menafsirkan hal itu sebagai manuver politik atau, paling tidak, bentuk “verifikasi politik” informal oleh presiden masa depan.
Publik menafsirkan pemanggilan tersebut sebagai tanda bahwa Prabowo ingin memastikan landasan moral dan legalitas kekuasaan yang sedang ia warisi.
Ada pula yang menilai bahwa Prabowo sedang mempersiapkan diri untuk menjaga jarak dari potensi skandal yang mungkin menyeret warisan Jokowi.
Apa pun niat di balik pemanggilan itu, satu hal yang jelas: isu ijazah ini tak lagi bisa diabaikan, dan UGM sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia kini menjadi episentrum pertaruhan integritas.
Titik Temu Antara Keadilan dan Politik
Polemik ijazah ini telah menjelma menjadi lebih dari sekadar soal dokumen akademik. Ia telah menjadi titik temu antara keadilan, politik, dan kepercayaan publik.
Ketika lembaga pendidikan diduga ikut bermain dalam ranah kekuasaan, atau bahkan menjadi tameng kekuasaan, maka masyarakat berhak untuk menggugat.
Jika benar ijazah tersebut palsu, maka seluruh struktur politik dan legitimasi kekuasaan Jokowi selama satu dekade dipertanyakan.
Namun, jika tuduhan itu tidak berdasar dan didorong oleh motif politik, maka ini menjadi preseden buruk tentang bagaimana fitnah bisa dijadikan senjata dalam kontestasi kekuasaan.
Penutup: Kebenaran Masih Menanti
Hingga kini, tidak ada keputusan hukum yang membuktikan secara definitif bahwa ijazah Jokowi palsu.
Namun, tidak pula ada langkah transparan dari pihak universitas untuk membungkam keraguan publik dengan cara yang sahih dan terbuka.
Pemanggilan Rektor UGM oleh Prabowo membuka ruang baru dalam kasus ini.
Bisa jadi ini merupakan tanda bahwa pemerintahan baru ingin memulai dengan fondasi yang bersih dari kontroversi lama.
Atau justru, ini adalah awal dari fase baru di mana kebenaran akan diurai—bukan untuk membalas, tapi demi membangun kembali kepercayaan publik yang terkoyak.
Satu hal yang pasti: di negeri ini, sejarah belum tentu ditulis oleh pemenang, tetapi oleh mereka yang berani mengungkap kebenaran—sekalipun harus melawan arus kekuasaan. ***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Ketua Ansor DKI Murka, PBNU: Kami Maklumi, Namanya Juga Darah Muda!
Prabowo Janji Mobil Nasional Rampung 3 Tahun Lagi, Ini Rencananya
Rumah Pensiun Jokowi 90% Rampung: Fokus ke Pendopo Panjang dan Taman Hijau yang Asri
Polwan Diduga Selingkuh dengan Anggota DPRD, Digerebek Suami yang Sesama Polisi