Ia menegaskan bahwa kekuatan spiritual seorang wali hanyalah dalam konteks kedekatannya kepada Allah karena amal dan akhlaknya, bukan karena punya ‘akses rahasia’.
Lebih jauh, Gus Abbas juga menyoroti kecenderungan masyarakat yang terlalu mengultuskan para habaib hanya karena mereka adalah dzurriyah (keturunan) Nabi Muhammad SAW.
Ia menyayangkan bahwa status keturunan sering dijadikan justifikasi untuk pembenaran spiritual tanpa kajian kritis.
“Banyak habaib yang dijadikan panutan tanpa melihat ilmunya, amalnya, dan akhlaknya. Ini keliru. Rasulullah sendiri tidak mewariskan kekayaan atau keturunan spiritual, melainkan ilmu. Maka barang siapa yang membawa ilmu Rasul, dialah pewaris Nabi yang sebenarnya – bukan sekadar karena nasab,” tegas Gus Abbas.
Pernyataan Gus Abbas memicu reaksi keras dari banyak kalangan.
Di media sosial, berbagai akun yang dikenal sebagai simpatisan habaib menuding Gus Abbas telah melampaui batas, bahkan dianggap telah merendahkan sosok ulama besar seperti Habib Abdullah al-Haddad.
Polemik antara Gus Abbas Buntet dan ajaran tarekat yang dinisbatkan kepada para habaib tampaknya belum akan selesai dalam waktu dekat.
Di tengah masyarakat Muslim Indonesia yang menjunjung tinggi keberagaman mazhab dan tarekat, pernyataan-pernyataan semacam ini akan terus menjadi ujian tentang bagaimana kita mengelola perbedaan secara dewasa dan penuh adab.
Sumber: SuaraNasional
Artikel Terkait
Habib Rizieq Sindir Menteri yang Remehkan Bantuan Malaysia untuk Bencana Aceh-Sumatera
Roy Suryo Desak Uji Forensik Ijazah Jokowi, Respons Pengamat: Presiden Tak Peduli
Klarifikasi Status Ayu Aulia: Tim Kreatif GBN-MI, Bukan Kemenhan
Oknum Polisi Bunuh Mahasiswi di Kalsel: Kronologi Lengkap Hubungan Intim hingga Pembunuhan