PARADAPOS.COM - Analis Sosial Politik UNJ, Ubedilah Badrun menyebut 10 tahun di kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menimbulkan kerusakan sistemik.Akibat kerusakan itu menimbulkan sejumlah polemik.
“Saya simpulkan di kesimpulan awal, bahwa kerusakan yang terjadi selama 10 tahun itu, itu kerusakan sistemik,” kata Ubedilah dalam program Rakyat Bersuara bertajuk ‘Demo & Tudingan Makar, Siapa Bergerak’ di iNews, Rabu (10/9/2025).
Ubedilah menjelaskan, akibat kerusakan itu menimbulkan sejumlah polemik.
Bahkan, kata dia, dunia internasional tidak percaya dengan pemerintahan di era Jokowi.
“Banyak riset yang menunjukan bahwa ini faktor tidak sehat ekonomi kita. terjadi publik distrust terhadap negara. Bahkan dunia internasional tidak percaya dengan pemerintahan Pak Jokowi,” ujar dia.
Ubedilah menyebut indikatornya.
Pertama, dari investasi pembangunan IKN. Dia mengatakan, 60% pembangunan IKN menggunakan APBN.
“Indikatornya investasi stagnan, bahkan IKN dikatakan tidak akan mengganggu APBN, tidak pakai APBN karena investasi masuk. Apa yang terjadi? Justru pertama permohonan IKN itu 60 persen lebih itu dari APB, karena ngga ada investasi, mereka cabut,” ungkapnya.
Indikatornya berikutnya, kata dia, pada 2020 Jokowi berjanji jika UU Omnibuslaw disahkan akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan.
“Apa yang terjadi? Generasi Z menganggur 9,9 juta, itu data. Itu 5 tahun lalu Jokowi berjanji itu tahun 2024, faktanya Gen Z nganggur 9,9 juta,” imbuhnya.
Tak hanya pada ekonomi, indikator berikutnya yakni terkait korupsi yang mendapatkan rapor merah.
“Artinya korupsi merajalela, PPATK melaporkan tahun 2024 ada uang korupsi beredar Rp984 triliun, bukan Rp900 miliar tapi Rp984 triliun. Ini hampir 30% lebih APBN, ini korupsi ngeri, itu tahun 2024. dan itulah kerusakan dahsyat dari soal korupsi,” tuturnya.
Terakhir, lanjut dia, mengenai demokrasi. Dia melanjutkan, indeks demokrasi di Indonesia dinilai cacat.
Hal tersebut terjadi lantaran di penghujung pemerintahan Jokowi ada perubahan UU 90 yang membuat Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden.
“Mengapa demokrasi cacat ini terjadi, karena tadi rezim mempraktikan money politic, ada operasi tertentu yang membuat demokrasi tak berkualitas. Rusak demokrasi kita, di ujung kekuasannya makin rusak ketika UU dirubah demi memberi karpet merah untuk anaknya menjadi wakil presiden dengan putusan MK 90,” jelas dia.
Artikel Terkait
Skandal Lelang Mercy James Bond: Diselundupkan Pakai Dokumen Palsu, Akhirnya Jadi Milik Politikus!
Jerry Hermawan Lo: Dari Nasi Uduk ke JHL Group, Bukti Kerja Keras Tak Pernah Mengkhianati Hasil
DPD Award 2025: Apresiasi Perdana untuk Para Pahlawan Lokal Indonesia
BREAKING: Polda Gorontalo Batalkan Status Tersangka 6 Mahasiswa, Ini Alasan di Balik Keputusan Mengejutkan!