Eks Menteri Blak-Blakan Ungkap Sulit Percaya PBNU Terlibat Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun, Ini Alasannya!

- Selasa, 16 September 2025 | 13:05 WIB
Eks Menteri Blak-Blakan Ungkap Sulit Percaya PBNU Terlibat Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun, Ini Alasannya!




PARADAPOS.COM - Kasus dugaan korupsi kuota haji kembali menyeruak dan kali ini menyeret nama besar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki aliran dana bernilai triliunan rupiah yang diduga diselewengkan melalui praktik jual-beli kuota haji.


Kabar ini membuat publik, terutama warga Nahdliyin, gempar. Mantan Menkopolhukam sekaligus tokoh NU, Mahfud MD, mengaku sedih mendengar nama PBNU ikut terseret.


Namun ia menegaskan agar masyarakat tidak buru-buru menyimpulkan lembaga sebesar PBNU terlibat langsung.


Menurut Mahfud, ada kemungkinan besar korupsi dilakukan oleh oknum individu, bukan oleh PBNU secara kelembagaan.


Ia mengingatkan publik agar tetap berpikir jernih dan menunggu kejelasan penyidikan.


Mahfud: Sulit Bayangkan PBNU Terlibat Langsung


Lewat kanal YouTube pribadinya, Mahfud mengatakan sulit membayangkan dana hasil korupsi benar-benar masuk ke institusi PBNU.


Menurutnya, yang lebih mungkin adalah keterlibatan segelintir oknum di lingkaran organisasi.


“Agak susah rasanya untuk percaya korupsi seperti itu mengalir kepada sebuah organisasi dalam nama organisasi. Yang mungkin terjadi, bukan PBNU secara kelembagaan, tapi oknum di dalam PBNU,” kata Mahfud, Selasa (16/9/2025).


Mahfud menekankan, KPK tentu sudah memiliki indikasi kuat sebelum membuka informasi ini ke publik.


Namun tetap perlu diperjelas apakah dana korupsi masuk ke institusi PBNU atau hanya mengalir ke pihak tertentu.


Modus Korupsi Kuota Haji: Dari Reguler ke Travel


Dalam penjelasannya, Mahfud menguraikan modus korupsi kuota haji yang kerap terjadi. Seharusnya, kuota reguler jamaah mencapai 8.600 orang.


Namun sebagian dialihkan menjadi kuota haji khusus, lalu dijual ke travel dengan harga jauh lebih tinggi.


“Travel kontraknya resmi pasti beres. Tapi biasanya ada kickback diam-diam. Misalnya, jatah jamaah dengan biaya Rp90 juta berubah jadi Rp700 juta karena tidak diberikan ke jamaah biasa, tapi ke travel,” jelas Mahfud.


Praktik semacam ini, kata Mahfud, rawan melibatkan oknum di kementerian, lembaga, hingga organisasi keagamaan.


Ia menambahkan, sering kali pejabat tinggi tidak mengetahui praktik curang tersebut karena justru dimainkan oleh staf atau orang dekat yang mengatasnamakan pejabat.


KPK: Kerugian Negara Lebih dari Rp1 Triliun


KPK mulai melakukan penyidikan kasus ini sejak 8 Agustus 2025. Lembaga antirasuah menjerat pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan kewenangan hingga memperkaya diri sendiri maupun orang lain.


Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir lebih dari Rp1 triliun.


Meski sudah masuk tahap penyidikan, KPK belum menetapkan tersangka. Hingga kini, setidaknya tiga pihak dicegah ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.


Publik Minta Transparansi, PBNU Didorong Jaga Marwah


Di kalangan masyarakat, kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam. Banyak netizen di media sosial menekankan agar PBNU bersikap terbuka dan menegaskan tidak terlibat langsung.


Sebagian warga Nahdliyin berharap PBNU segera mengambil langkah internal untuk mengusut kemungkinan keterlibatan oknum.


Transparansi dinilai penting untuk menjaga marwah organisasi terbesar di Indonesia itu.


“Kalau memang ada oknum, harus diusut. Jangan sampai nama besar PBNU ikut rusak gara-gara segelintir orang,” tulis salah satu komentar di platform X (Twitter).


Menjaga Integritas Ibadah Haji


Kasus korupsi kuota haji selalu menjadi sorotan publik karena menyangkut ibadah suci yang dinantikan jutaan umat Islam.


Praktik jual-beli kuota tidak hanya merugikan negara, tetapi juga melukai keadilan sosial karena memperpanjang antrean jamaah reguler.


Mahfud menutup pernyataannya dengan harapan agar kasus ini bisa segera diungkap secara terang benderang.


Ia menekankan, apa pun hasilnya, publik perlu tahu apakah benar organisasi sebesar PBNU terlibat, atau hanya individu yang bermain di balik nama besar itu.


“Kalau KPK sudah bicara, indikasinya ada. Tapi harus jelas, apakah ini sungguh masuk ke PBNU atau hanya personal,” ujarnya.


Kasus ini diprediksi akan terus bergulir dan menjadi salah satu ujian besar bagi KPK dalam menjaga kepercayaan publik, sekaligus bagi PBNU dalam menjaga reputasi di mata warga Nahdliyin maupun masyarakat luas.


Sumber: HukamaNews

Komentar