Dedi lebih lanjut mengkritik ketergantungan PSI pada nama besar Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama setelah masuknya Kaesang Pangarep ke dalam struktur partai. Meski mampu mendongkrak visibilitas, ketergantungan ini menunjukkan bahwa daya tarik PSI masih bersifat eksternal.
"Di luar itu, PSI tidak memiliki apapun yang bisa ditawarkan ke publik," tegasnya.
Ketergantungan pada figur sentral ini dianggap menjadi bumerang ketika partai dituntut menyajikan solusi nyata. Gimik politik dinilai hanya berfungsi untuk mengalihkan fokus publik dari kekurangan internal partai.
Masa Depan Strategi PSI Menuju Pemilu 2029
Dedi memprediksi bahwa PSI kemungkinan besar akan terus menggunakan strategi serupa hingga Pemilu 2029. Masalah mendasar partai, yaitu kekurangan ide dan tokoh, diperkirakan tidak akan terselesaikan dalam waktu singkat.
"Bukan soal durasi, tapi lebih pada soal kekurangan gagasan," pungkas Dedi.
Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa manuver-manuver sensasional akan terus menjadi ciri khas PSI di tahun-tahun mendatang, alih-alih perdebatan ideologis yang mendalam dan berbasis program.
Artikel Terkait
Jusuf Hamka Menggugat Hary Tanoe di Pengadilan: Pengakuan Pahit Korban Kezaliman Bisnis
Dharma Pongrekun: Ingin Jadi Polisi yang Baik, Tapi Kenyataannya Tak Semudah Itu?
Yusuf Muhammad Kritik Respons Gibran Soal CPNS: Dinilai Kosong dan Minim Optimalisasi
Dina Meninggal Dunia, Fitnah Heryanto Menghantui: Fakta atau Rekayasa?