Kebocoran Rp1.000 Triliun per Tahun: Mengungkap Praktik Misinvoicing Ekspor-Impor Indonesia
Indonesia disebut mengalami kebocoran potensi penerimaan negara yang sangat besar, mencapai Rp1.000 triliun setiap tahun, selama sepuluh tahun terakhir. Penyebab utamanya adalah praktik penyimpangan ekspor-impor yang dikenal sebagai misinvoicing.
Apa Itu Misinvoicing dan Bagaimana Modusnya?
Menurut peneliti dan ekonom Gede Sandra dari Lingkar Studi Perjuangan, misinvoicing adalah manipulasi nilai transaksi dalam dokumen ekspor-impor. Praktik ini terbagi menjadi dua bentuk utama:
- Under Invoicing: Nilai ekspor dilaporkan lebih rendah dari nilai sebenarnya. Tujuannya adalah untuk membayar pajak dan bea keluar yang lebih kecil.
- Over Invoicing: Nilai transaksi sengaja dibesar-besarkan. Modus ini sering digunakan sebagai sarana untuk pencucian uang (money laundering).
Data Kerugian Negara yang Mengejutkan
Berdasarkan riset Next Indonesia yang menganalisis periode 2013 hingga 2024, kerugian ini terjadi secara konsisten. Rincian nilai kebocoran dalam mata uang asing adalah:
- Under Invoicing: Sekitar 40 miliar Dolar AS per tahun.
- Over Invoicing: Sekitar 25 miliar Dolar AS per tahun.
Gede Sandra menyatakan bahwa jika negara mampu menarik kembali 10–15 persen saja dari dana yang bocor, penerimaan negara bisa bertambah Rp160 hingga Rp200 triliun per tahun. Dengan tambahan ini, tax ratio Indonesia berpotensi naik dari 10 persen menjadi 11–12 persen.
Artikel Terkait
Aqua vs Masyarakat: Kisah Kontroversi di Balik Kemasan Air Mineral Terkenal
Safitri Terancam Penjara, Ini Fakta di Balik Video Viral Istri Diceraikan Usai Suami Lolos PPPK
Raisa dan Hamish Daud Tegas Dijawab Pengadilan, Isu Perceraian Ditepis!
Rocky Gerung Sebut Prabowo-Gibran Tak Lanjut di 2029, Siapa Penggantinya?