Lekuk 13 dan Simbol Kesialan: Makna Filosofis Keris Kyai Garuda Yaksa Dari Prabowo Untuk Jokowi

- Minggu, 16 Februari 2025 | 08:30 WIB
Lekuk 13 dan Simbol Kesialan: Makna Filosofis Keris Kyai Garuda Yaksa Dari Prabowo Untuk Jokowi


Hal ini ditandai dengan "penghargaan" Finalis Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menunjukkan citra negatif pemerintahan sebelumnya.


Dalam forum internasional, Prabowo pun telah menegaskan upaya efisiensi di berbagai bidang untuk memperbaiki kondisi yang ada.


Sejarah Keris Ken Arok: Kutukan Kekuasaan


Dalam sejarah Indonesia, keris memiliki peran penting dalam dinamika kekuasaan.


Salah satu kisah paling terkenal adalah Keris Empu Gandring dalam legenda Ken Arok.


Diceritakan bahwa Ken Arok, seorang bangsawan ambisius, memesan keris sakti kepada Empu Gandring, tetapi sebelum selesai, ia membunuh sang empu dengan keris tersebut.


Sebelum meninggal, Empu Gandring mengutuk bahwa keris itu akan membawa malapetaka bagi tujuh keturunan Ken Arok.


Kutukan ini terbukti dalam rentetan pembunuhan di lingkup kerajaan Singasari.


Kisah ini menggambarkan bagaimana perebutan kekuasaan sering kali diiringi dengan pengkhianatan dan tragedi.


Dalam konteks modern, "pembunuhan" tidak selalu bersifat fisik, tetapi dapat terjadi dalam bentuk sosial, ekonomi, dan politik.


Hal ini menjadi peringatan bagi pemimpin untuk berhati-hati dalam menjalankan kekuasaan agar tidak terjebak dalam konflik yang merugikan bangsa.


Selain Keris Ken Arok, terdapat pula Keris "Kyai Naga Siluman" milik Pangeran Diponegoro yang memiliki nilai historis tinggi.


Keris ini pernah disimpan di Belanda sebagai barang rampasan perang dan dikembalikan pada 2020, diterima oleh Anies Baswedan mewakili pemerintah.


Peristiwa ini juga memunculkan dinamika politik yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.


Keris Kyai Garuda Yaksa: Simbol Persatuan atau Buang Sial?


Pemberian Keris "Kyai Garuda Yaksa" Luk-13 dari Prabowo kepada Jokowi mengandung banyak makna.


Di satu sisi, hal ini bisa dianggap sebagai simbol penghormatan dan legitimasi kepemimpinan, di mana seorang "murid" memberikan penghormatan kepada "guru"-nya.


Namun, di sisi lain, pemilihan angka 13 juga bisa ditafsirkan sebagai upaya "buang sial," mengingat tantangan besar yang dihadapi Prabowo setelah pemerintahan Jokowi.


Semoga kisah sejarah seperti yang terjadi di abad ke-13 dengan Keris Ken Arok tidak kembali terulang dalam politik Indonesia.


Sebab, "pembunuhan" dalam konteks modern bisa terjadi dalam berbagai aspek, bukan hanya secara fisik, tetapi juga dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik.


Oleh karena itu, kehati-hatian dalam menjalankan kekuasaan menjadi kunci utama agar bangsa ini tetap stabil dan maju. ***

Halaman:

Komentar