Reshuffle Perdana Prabowo: Hanya Jalur Aman, Menteri Partai Tak Tersentuh?

- Kamis, 20 Februari 2025 | 09:10 WIB
Reshuffle Perdana Prabowo: Hanya Jalur Aman, Menteri Partai Tak Tersentuh?


Dalam studi Celios itu terdapat lima menteri yang dinilai berkinerja paling buruk dan layak diganti. 


Mereka di antaranya; Menteri HAM Natalius Pigai, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Mendes PDT Yandri Susanto.


Natalius Pigai berada dalam posisi pertama menteri yang dinilai berkinerja terburuk dan layak diganti. Dia mendapat nilai minus 113 poin. 


Kritik terhadap kinerja Pigai menurut hasil studi Celios tak terlepas dari kontroversi yang memicu respon negatif publik. 


Selain juga kebijakan HAM yang dinilai kurang terarah dan sering kali berbenturan dengan kewenangan lembaga lain.


Sedangkan Budi Arie Setiadi berbeda diposisi kedua dengan nilai minus 61 poin. Mayoritas responden menilai selama 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran, tak terlihat ada kerja nyata dari Budi Arie dalam pengelolaan koperasi.


Sementara Bahlil yang berada di posisi tiga mendapat nilai minus 41 poin. Selain dinilai berkinerja buruk dan layak diganti, responden menganggap Bahlil gagal memberikan arah yang jelas untuk transisi energi, yang justru berpotensi memperburuk krisis lingkungan.


Lalu Raja Juli Antoni di posisi keempat mendapat nilai minus 36 poin. Responden menilai menteri dari Partai Solidaritas Indonesia atau PSI itu layak diganti karena gagal menjawab persoalan deforestasi dan kerusakan ekosistem.


Adapun Yandri Susanto yang berada di posisi kelima menteri berkinerja terburuk mendapat nilai minus 28 poin. 


Dalam studi Celios terungkap bahwa penilaian buruk terhadap Yandri itu tak tak lepas dari kontroversi kebijakan desa yang memicu kritik tajam, ditambah adanya dugaan konflik kepentingan terkait surat undangan haul berkop Kemendes PDT.


Dari hasil studi Celios itu diketahui sebagian besar responden mendukung adanya reshuffle kabinet di enam bulan pemerintahan. Persentasenya mencapai 88 persen.


Mengapa Menteri dari Partai Aman?


Dosen Ilmu Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno tak heran jika menteri-menteri yang berasal dari elite partai politik tidak terkena reshuffle sekalipun dinilai berkinerja buruk. 


Pasalnya, jika itu dilakukan justru akan menimbulkan gejolak politik di internal Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus selaku pendukung pemerintah.


“Jadi tidak mengherankan kalau kemudian yang direshuffle itu adalah menteri yang gejolak dan resistensinya sangat minim,” ungkap Adi.


Setidaknya, kata Adi, hal itu terbukti ketika Prabowo mereshuffle Satryo. Di mana tidak ada protes atau gejolak yang timbul atas keputusan tersebut.


“Tapi itu akan bedan kalau yang direshuffle adalah menteri dari elite-elite partai, pasti ada gejolak dan resistensi,” tuturnya.


Kendati begitu, Adi mengatakan reshuffle perdana yang dilakukan Prabowo ini dapat dimaknai sebagai peringatan untuk menteri-menteri lain. Termasuk mereka yang berasal dari partai politik. 


Sebab tidak menutup kemungkinan mereka juga akan terkena, jika dinilai berkinerja buruk hingga terus-menerus membebani pemerintah.


“Kalau bikin kebijakan yang kontroversial dan tidak pro dengan rakyat, saya rasa tinggal menghitung hari saja akan segera direshuffle,” tuturnya.


Sementara Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani menilai reshuffle merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden. 


Menurutnya, reshuffle bisa saja terjadi lagi jika presiden merasa menteri-menteri tersebut dinilai kurang berkinerja baik.


"Penilaian-penilaian itu akan terus dilakukan oleh presiden terhadap seluruh pembantunya pada masa-masa akan datang," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2).


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar