[ANALISIS] Catatan Krusial RUU TNI dan Kans Membatalkan Lewat Gugatan MK

- Jumat, 21 Maret 2025 | 07:00 WIB
[ANALISIS] Catatan Krusial RUU TNI dan Kans Membatalkan Lewat Gugatan MK

Masih dalam Pasal 7, dia mempertanyakan aturan turunan dalam OMSP menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).


Dalam UU sebelumnya, operasi militer perang maupun OMSP harus berdasarkan keputusan politik. Artinya, pelibatan TNI dalam perang atau yang lain, harus berdasarkan persetujuan DPR.


Sementara dalam UU hasil revisi, DPR tak lagi memiliki wewenang untuk memberikan persetujuan. Pengesahan prajurit untuk perang atau OMSP cukup hanya dengan PP atau Perpres.


"Bagaimana fungsi kontrol TNI dalam pengerahan di OMSP, yang mana akan sangat bersinggungan dengan masyarakat biasa? Misal dalam OMSP membantu pemerintah daerah dan pemberdayaan wilayah pertahanan," kata Guntur.


Kini setelah resmi disahkan, RUU TNI akan menunggu waktu 30 hari hingga disetujui Presiden dan masuk dalam lembar negara. 


Guntur meyakini setelah masuk lembar negara RUU TNI akan langsung digugat judicial review.


"Saya menduga begitu diundangkan, bisa langsung dilakukan judicial review dengan alasan proses yang tidak transparan," kata Guntur.


Kans digugat ke MK


Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai RUU TNI bisa berpeluang besar digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). 


Castro, sapaan akrabnya, terutama menyoroti prosedur pembahasan RUU tersebut sejak awal bahkan, saat masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.


Menurut Castro, bukan tidak mungkin RUU TNI bernasib sama dengan RUU Ciptaker yang gugatannya dikabulkan MK untuk direvisi.


"Proses memasukkan RUU TNI dalam Prolegnas di 2025 juga bermasalah. Tidak ada misalnya proses prosedur pengajuan tertulis dua hari sebelum rapat. Kemudian, yang kedua, itu juga bertentangan dengan undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan karena RUU TNI itu tidak melalui proses penyusunan," kata Castro, Jumat (21/3).


Di sisi lain, jika merujuk pada putusan MK pada gugatan RUU Ciptaker, dia menyebut pembahasan RUU TNI juga tidak menjalankan prinsip meaningful participation atau partisipasi makna. 


Terutama menyangkut hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapat penjelasan.


"Alih-alih membuka ruang partisipasi, bahkan kita pun sangat susah mendapatkan dokumen RUU TNI. Apalagi masyarakat. Itu bertentangan dengan makna meaningful participation," kata Castro.


Namun, selain berpeluang digugat ke MK, dia menilai aksi-aksi kritis terhadap RUU TNI tetap harus dilakukan. 


Menurut Castro, hal itu berkaitan dengan sejarah panjang pemisahan ABRI dari ranah politik sejak reformasi.


"Jadi ini menurut saya pertarungannya tidak hanya di dalam Mahkamah, tapi juga pertarungan di jalan. Jadi menurut saya dua kanal itu harus tetap dilakukan, kanal secara hukum dan politik," katanya.


Sumber: CNN

Halaman:

Komentar