Presiden Prabowo harus berani menindak tegas mereka yang selama ini menjadi penjilat Jokowi dan bersembunyi di balik kekuasaan. Jangan biarkan hukum kembali tumpul terhadap mereka.
Tangkap dan penjarakan, siapa pun yang sudah terbukti melanggar hukum, baik itu Silvester, Budi Arie, maupun tokoh-tokoh lain yang sudah inkrah. Inilah saatnya menunjukkan bahwa hukum benar-benar panglima, bukan pelayan kekuasaan.
Namun, bila kegelapan itu terus dipelihara, jangan pernah berharap rakyat akan diam.
Sejarah Indonesia sudah berkali-kali membuktikan, rakyat kecil, mahasiswa, buruh, emak-emak, akademisi, hingga kelompok kritis lain akan bangkit melawan ketika ketidakadilan semakin nyata.
Mahasiswa tidak akan tinggal diam melihat konstitusi diinjak-injak. Buruh akan kembali ke jalan, menolak kebijakan yang hanya menguntungkan pemilik modal.
Emak-emak, yang menjadi penjaga dapur keluarga, akan bersuara lantang ketika harga-harga melambung sementara negara sibuk mengurus oligarki.
Akademisi dan cendekiawan pun tak segan mengingatkan bahwa republik ini dibangun atas dasar kedaulatan rakyat, bukan atas dasar kedaulatan keluarga penguasa.
Masa kegelapan Jokowi telah menciptakan jurang sosial: kemiskinan seolah didesain, sementara segelintir orang di lingkaran kekuasaan menumpuk kekayaan lewat proyek-proyek negara. Bila kondisi ini diteruskan, maka perlawanan rakyat hanyalah soal waktu.
Gelombang ketidakpuasan bisa berubah menjadi badai besar yang akan mengguncang fondasi kekuasaan siapa pun yang berkuasa, termasuk Prabowo.
Karena itu, Pak Presiden, jangan lanjutkan kegelapan itu. Saatnya cahaya keadilan dinyalakan kembali. Saatnya hukum menjadi milik rakyat, bukan milik penguasa.
Saatnya semangat reformasi yang diperjuangkan mahasiswa, buruh, rakyat kecil, dan para pejuang bangsa dihidupkan kembali.
Prabowo punya kesempatan emas untuk membuktikan dirinya sebagai pemimpin sejati.
Komitmen untuk memberantas korupsi harus dimulai dari lingkarannya sendiri: membentuk kabinet yang bersih, transparan, bebas dari titipan oligarki, dan berani menindak siapa pun yang melanggar hukum.
Tanpa langkah itu, janji untuk tidak menjadi bayang-bayang Jokowi hanya akan menjadi retorika kosong.
Sebagaimana pernah diingatkan Amien Rais, Bapak Reformasi, bahwa “kekuasaan tanpa kontrol akan melahirkan tirani.”
Begitu pula Gus Dur yang selalu menegaskan, “Tidak penting siapa presidennya, yang penting rakyat mendapat keadilan.”
Pesan-pesan itu seharusnya menjadi pegangan moral bagi Prabowo: kekuasaan yang tidak dijalankan dengan amanah dan keberanian, hanya akan menjadi pengulangan sejarah kegelapan.
Sejarah menunggu pembuktian: apakah Prabowo benar-benar pemimpin yang berani keluar dari bayang-bayang Jokowi, atau hanya menjadi perpanjangan tangan oligarki yang selama ini menjarah republik. Pilihan itu ada di tangannya.
Bangsa ini sudah terlalu lama hidup dalam kegelapan. Kini, rakyat menaruh harapan agar Prabowo tidak menambah bab baru dari masa kelam itu. ***
Artikel Terkait
Jokowi Pilih Forum Bloomberg, Abaikan Sidang Ijazah Palsu: Analisis Dampak Politik
Analisis Posisi Jokowi Pasca Lengser: Prabowo Subianto Kuasai Panggung Politik
Tony Rosyid: Tuntut Pertanggungjawaban Jokowi 10 Tahun Memimpin Itu Wajar
Victor Rachmat Hartono Dicegah ke LN: Kasus Pajak PT Djarum yang Menggegerkan