2 Presiden Yang Pernah Bubarkan DPR, Apa Alasannya?

- Kamis, 28 Agustus 2025 | 20:10 WIB
2 Presiden Yang Pernah Bubarkan DPR, Apa Alasannya?

PARADAPOS.COM - Aksi unjuk rasa yang terjadi pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR Senayan, Jakarta akan memasuki babak baru. 


Berdasarkan informasi yang POPBELA rangkum dari berbagai sumber, unjuk rasa akan kembali berlangsung dan bahkan massa yang hadir juga akan lebih banyak. 


Salah satu tuntutan dari aksi unjuk rasa tersebut adalah dibubarkannya DPR karena dinilai nirempati terhadap kondisi masyarakat saat ini.


Menilik kembali sejarah yang terjadi, dua presiden terdahulu Indonesia pernah membubarkan DPR. 


Meski secara konstitusi presiden tidak bisa membubarkan DPR, kenyataannya, Presiden Pertama Indonesia Soekarno dan Presiden Keempat Indonesia Abdurrahman Wahid pernah mengeluarkan dekrit untuk membubarkan instansi tersebut.


Bagaimana sejarahnya? Simak rangkumannya berikut ini.


Soekarno membubarkan DPR melalui Dekrit 5 Juli 1959


Presiden pertama Indonesia, Soekarno, benar-benar mengambil langkah besar dengan membubarkan DPR pada 1960. 


Padahal, DPR saat itu adalah hasil Pemilu pertama di Indonesia yang digelar tahun 1955. 


Meski partainya, PNI, keluar sebagai pemenang, hubungan Soekarno dengan DPR kerap tegang, terutama ketika dewan tidak menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah.


Puncaknya, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang salah satunya berisi pembubaran konstituante dan perubahan arah sistem politik Indonesia menuju Demokrasi Terpimpin


Sistem ini menempatkan presiden di posisi sangat dominan, sementara DPR, MPR, hingga Mahkamah Agung tidak lagi punya kekuatan yang seimbang. 


Untuk menggantikan parlemen lama, Soekarno membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) lewat Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960. 


Anggota DPR-GR pun sebagian besar ditunjuk langsung olehnya, termasuk dari kalangan militer.


Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Banyak pihak menilai langkah tersebut mengarah ke gaya pemerintahan otoriter karena melemahkan peran partai politik, bahkan partai Masyumi sampai dihapuskan. 


Halaman:

Komentar