Pernyataan Jokowi ini menurut Yunarto semakin menjustifikasi bahwa Jokowi menempatkan Prabowo-Gibran bukan keberlanjutan program, tapi konstelasi kekuasaan.
"Yang bahkan ketika belum setahun, sudah menempatkan seakan-akan keduanya harus jadi kembali. Dan itu melampaui tata negara, bahwa tidak bisa ada orang yang dipatok dari awal harus berpasangan dengan orang yang sama," ujarnya.
Hal ini menurut Yunarto yang malah menempatkan Prabowo tidak dalam kondisi seakan-akan dihormati oleh Pak Jokowi.
"Saya tidak tahu siapa yang memanas-manasi, tapi kondisi seperti ini malah menempatkan Pak Prabowo tidak dalam kondisi yang menurut saya seakan-akan dihormati oleh Pak Jokowi. Bukan tafsir saya, 18 Mei Pak Prabowo sendiri yang menyatakan hal tersebut," kata Yunarto.
Menurut Yunarto kritik atas pernyataan Jokowi mendukung Prabowo-Gibran dua periode sebenarnya ingin memberikan penempatan penghormatan tertinggi kepada Pak Jokowi.
"Seorang mantan presiden ketika sudah pensiun, doronglah dia untuk berbicara masalah kebangsaan. Biarkan dia sharing mengenai apa yang pernah dijalankan dalam kepemimpinannya. Bukan kemudian menjorokkan Pak Jokowi dalam konstelasi politik praktis, seperti yang seringkali dilakukan oleh teman-teman relawan.," kata Yunarto.
Karenanya kata Yunarto, alangkah baiknya orang-orang yang masih ada di sekitar Jokowi menempatkan dia sebagai seorang yang sudah menjadi negarawan.
"Jangan tempatkan dia untuk mengurus anaknya lagi, untuk kemudian masuk dalam politik praktis. Karena orang tidak hanya diingat ketika sedang memimpin, tapi ketika sudah purna tugas. Kontribusi apa yang masih bisa diberikan? Bukan dalam konteks keluarganya, bukan dalam konteks politik praktis, bukan kepada relawan, tapi kepada bangsanya," papar Yunarto.
Yunarto mengaku ingin Jokowi istirahat dalam politik praktis dan membagi pengalamannya.
"Pak Jokowi banyak kok jasanya. Kalau kita bicara deregulasi dan debrokratisasi, dia orang yang memiliki terobosan terkait dengan hal tersebut karena latar belakangnya sebagai seorang pengusaha, orang biasa. Tapi kita tahu juga, bahwa di akhir masa pemerintahannya yang dipuji tadi terkait dengan berasal dari rakyat biasa kan 180 derajat berbeda," kata dia.
"Orang yang berasal dari rakyat biasa melakukan tanda kutip atau terlibat dalam dinasti politik yang lebih ekstrem dibanding darah-darah biru seperti SBY, Megawati," tambah Yunarto.
"Ya, saya berharap ketika sudah elesai purna tugas dengan segala kontroversi majunya Mas Gibran, jangan kemudian dong faktor cawe-cawe yang makin membebani nama besar Jokowi muncul kembali apalagi itu didorong oleh para relawan," katanya.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Pesan Natal Kardinal Suharyo: Seruan Pertobatan Pejabat di Tengah Maraknya Kepala Daerah Diciduk KPK
Pilkada Lewat DPRD: Hanya Akal-Akalan Elite Politik untuk Kekuasaan?
Pengakuan Yusril Ihza Mundur Demi Gus Dur Jadi Presiden 1999: Fakta Sejarah Terungkap
Hashim Djojohadikusumo Bantah Isu Lahan Sawit Prabowo: Klarifikasi Lengkap dan Fakta