Salah satu yang dikhawatirkan adalah relasi AI dengan kebenaran. AI berpotensi meredefinisi kebenaran ketika pada masa post-truth seperti sekarang orang semakin sulit membedakan antara informasi yang benar dan tidak.
Situasi ini bisa semakin pelik jika AI memilah dan mengembangbiakkan informasi dari miliaran data dalam "big data" secara tidak benar.
Hal itu dimungkinkan karena digitalisasi membuat kebenaran ditentukan oleh informasi terpopuler, menurut algoritma.
Ini karena algoritma cenderung lebih memilah informasi bukan dari benar dan salah atau baik dan buruk tentang sesuatu hal, melainkan dari informasi terbanyak mengenai sesuatu hal itu.
Didikte algoritma
Bagi pihak yang melihat otomatisasi sebagai kesempatan untuk menciptakan proses produksi yang lebih murah, tapi mendatangkan keuntungan lebih cepat dan lebih besar, AI adalah peluang besar.
Situasi itu semakin didukung oleh ekosistem bisnis media saat ini yang memberikan ganjaran lebih besar kepada konten sederhana tapi populer, ketimbang konten yang dihasilkan dari proses panjang dan mahal, tapi bernilai tinggi, seperti liputan investigatif.
Situasi ini mendorong banyak media mengakali keadaan dengan memancing orang mengklik konten dengan judul sensasional, namun isinya tak mencerminkan judul (clickbait).
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: jawapos.com
Artikel Terkait