KPK Ungkap Gubernur Riau Abdul Wahid Gunakan Uang Hasil Pemerasan untuk Plesiran ke Luar Negeri

- Kamis, 06 November 2025 | 04:00 WIB
KPK Ungkap Gubernur Riau Abdul Wahid Gunakan Uang Hasil Pemerasan untuk Plesiran ke Luar Negeri

Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan/penerimaan hadiah atau janji di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025. Penetapan tersangka ini terhadap Abdul Wahid dilakukan setelah dirinya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin (3/11). Selain Abdul Wahid, KPK juga menjerat Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan serta Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam yang merupakan kader PKB sebagai tersangka.

Mekanisme Pemerasan dan Pungutan Liar

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti melalui kegiatan penyelidikan hingga berujung pada operasi tangkap tangan. Tanak memaparkan bahwa praktik suap itu bermula pada Mei 2025 ketika Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda, menggelar pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah I–VI di salah satu kafe di Pekanbaru. Dalam pertemuan tersebut, para peserta membahas kesanggupan memberikan fee yang akan disetorkan kepada Abdul Wahid sebagai imbalan atas penambahan anggaran tahun 2025.

Lonjakan Anggaran dan Besaran Fee

Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan bahwa anggaran program pembangunan jalan dan jembatan mengalami lonjakan signifikan sebesar 147 persen, dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. Setelah pertemuan awal, Ferry kemudian melapor kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, Muhammad Arief Setiawan, mengenai kesanggupan memberikan fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek. Namun, Arief yang diduga mewakili Abdul Wahid menolak besaran tersebut dan meminta peningkatan menjadi 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.

Tekanan Jabatan dan Istilah 'Jatah Preman'

Menurut KPK, Abdul Wahid menggunakan tekanan jabatan untuk memastikan permintaannya dipenuhi. Melalui Arief, Abdul Wahid mengancam akan mencopot atau memutasi pejabat Dinas PUPR-PKPP yang tidak bersedia menyetujui permintaan tersebut. Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'.

Halaman:

Komentar