Janji itu ternyata belum juga terealisasi lebih dari dua bulan kemudian. Asep meminta masyarakat untuk bersabar, dengan alasan penyidik masih harus memeriksa keterangan dari berbagai pihak dan menelusuri dugaan keterlibatan biro travel yang menerima kuota tambahan haji secara melawan hukum.
Modus dan Dugaan Kerugian Negara
Kasus ini diduga menimbulkan kerugian negara yang sangat besar, disebut-sebut menembus angka lebih dari Rp1 triliun. Dugaan korupsi berawal dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji dari Pemerintah Arab Saudi.
Kuota tambahan tersebut kemudian diduga kuat diperjualbelikan. Biro travel diwajibkan menyetor commitment fee kepada pejabat Kemenag senilai USD 2.600–7.000 per kuota, atau setara Rp41,9 juta–Rp113 juta. Transaksi ini diduga dilakukan melalui asosiasi travel dan diserahkan secara berjenjang.
Dana haram itu lalu diduga digunakan untuk pembelian aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang berhasil disita KPK. Rumah tersebut diduga dibeli oleh seorang pegawai Ditjen Haji dan Umrah Kemenag.
Pelanggaran Aturan dalam Kasus Kuota Haji
Mekanisme pembagian kuota ini diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan tersebut menyebut proporsi kuota yang benar adalah 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Publik kini menunggu hasil sidang praperadilan dan langkah tegas KPK dalam mengusut tuntas kasus yang diduga melibatkan oknum pejabat tinggi ini.
Artikel Terkait
Kasus Dana CSR BI: Perry Warjiyo Belum Disentuh KPK, Ini Analisis Hukum dan Daftar Tersangka Potensial
Harvey Moeis Dapat Remisi Natal 2025: Potongan Masa Pidana 1 Bulan, Ini Vonis 20 Tahun & Kerugian Rp300 Triliun
Kasus Ijazah Palsu Jokowi: Kapan Bareskrim Menetapkan Tersangka Setelah Hellyana?
KPK Ungkap Aset Ridwan Kamil Tak Dilaporkan di LHKPN: Kafe hingga Keterkaitan Kasus Bank BJB