Ubedillah juga menyoroti praktik politik dinasti yang menurutnya berlangsung jauh lebih cepat di era Jokowi ketimbang di masa Soeharto.
Ia menyebut, Soeharto baru memasukkan anaknya ke kabinet setelah puluhan tahun berkuasa.
Sementara itu, Jokowi dalam lima tahun pertama kepemimpinan sudah berhasil menempatkan anak dan menantunya sebagai kepala daerah.
Kini, anak Jokowi bahkan telah menjabat sebagai wakil presiden dan memimpin partai politik.
"Jadi menurut saya, kecepatan menjadi politik dinasinya lebih cepat dari Soeharto dan warisan kerusakan demokrasi lebih sistemik," tuding mantan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Lebih jauh, Ubedillah menilai kekuasaan Jokowi telah menormalisasi praktik-praktik otoriter melalui jalur hukum, atau yang ia sebut sebagai autocratic legalism.
Ia juga menyebut pemerintahan ini sebagai bentuk baru kleptokrasi, yakni kekuasaan yang dibangun atas dasar pencitraan dan manipulasi politik yang masif.
"Memang kleptokrasi baru yang dilakukan oleh Jokowi. Saya juga menjuluki rezim ini simulakra, yang hobi pencitraan, politik tipu-tipu," tandasnya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Sepupu Bobby Nasution, Dedy Rangkuti, Berpeluang Jadi Saksi Kunci Sidang Suap Proyek Jalan Sumut
KPK Tunggu Hasil Sidang Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut untuk Usut Bobby Nasution
Rismon Sianipar Dilaporkan Andi Azwan ke Polisi: Tuduhan TPPU hingga Keturunan PKI
Roy Suryo Dituntut Hukum: IPW Bela Polda, Bukan Kriminalisasi Ijazah Jokowi