Muslim bahkan menduga peralihan empat pulau tersebut terkait kandungan minyak dan gas bumi (migas).
Ia menyebut ada rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab (UEA) di empat pulau tersebut.
Senada, Anggota DPR asal Dapil Aceh I Nazaruddin Dek Gam meminta keempat pulau tersebut dikembalikan ke Aceh.
Ia mengkritik keputusan Kemendagri yang memasukkan empat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara.
"Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh," kata Dek Gam saat dihubungi, Rabu (11/6).
Dek Gam menjelaskan bahwa masyarakat di empat pulau itu sejak dulu diketahui ber-KTP Aceh.
Menurutnya, alasan itu telah menjadi dasar Pulau Panjang hingga Mangkir Ketek tak perlu dipindahkan.
Bahkan, Dek Gam meminta Mendagri Tito lebih agar mengurusi persoalan lain. Menurut dia, keputusan Mendagri hanya bikin gaduh.
Picu konflik
Guru Besar Universitas Syiah Kuala Humam Hamid turut menyebut polemik keempat pulau ini berpotensi memunculkan konflik baru.
Ia menilai keputusan pemerintah dalam hal ini dilakukan secara sepihak tanpa proses dialog yang terbuka, sehingga menimbulkan rasa tidak adil bagi masyarakat Aceh.
"Bila tidak ditangani secara sensitif, keputusan administratif bisa menjadi percikan bagi munculnya kembali narasi resistensi yang lebih luas. Di mata masyarakat Aceh, ini bukan sekadar pengalihan wilayah, melainkan pengabaian atas martabat dan komitmen politik pascadamai," kata Humam Hamid dalam keterangannya, Rabu (11/6).
Bukti-Bukti versi Aceh
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menyebut telah membangun berbagai infrastruktur di pulau-pulau tersebut, seperti Tugu Selamat Datang dan Koordinat, rumah singgah dan mushala, dan dermaga yang dibangun di Pulau Panjang pada rentang waktu 2012-2015.
"Dokumen-dokumen pendukung juga telah kami serahkan, baik dari Pemerintah Aceh maupun dari Pemkab Aceh Singkil. Di antaranya terdapat peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada tahun 1992," jelas Syakir.
Peta tersebut menunjukkan garis batas laut yang mengindikasikan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
"Sebenarnya, dengan adanya kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992, secara substansi sudah jelas bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh," tambahnya.
Bukti lainnya termasuk dokumen administrasi kepemilikan dermaga, surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen pendukung lainnya.
Di Pulau Mangkir Ketek, tim juga menemukan sebuah prasasti bertuliskan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh.
Prasasti ini dibangun pada Agustus 2018, mendampingi tugu sebelumnya yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada tahun 2008 dengan tulisan 'Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam'.
Pada tahun 2022, Kemenkopolhukam juga telah memfasilitasi rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga yang pada umumnya peserta rapat menyampaikan bahwa berdasarkan dokumen dan hasil survei, keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh.
Hal ini dibuktikan melalui aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, serta layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.
Syakir turut mengungkapkan memiliki sejumlah bukti dokumen pendukung, seperti Peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut tahun 1992, Surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen kepemilikan dermaga dan pelayanan publik lainnya
Tanggapan Gubernur Sumut Bobby Nasution
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution sebelumnnya sempat bertemu Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk membahas keempat pulau tersebut.
Bobby malah menawarkan agar dikelola bersama saja. Ia juga membantah empat pulau itu sengaja dicaplok masuk wilayah administratif Sumut.
"Prosesnya kan sudah dijelaskan, memang dari Kemendagri. Jadi dari proses itu, bukan intervensi dari Provinsi Sumatera Utara. Itu jelas dari pemerintah pusat, memang dari Kemendagri dan semua pihak hadir pada saat itu," kata Bobby usai bertemu Muzakir Manaf di pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh, Rabu (4/6).
"Tadi saya ajak Pak Gubernur Aceh bicara, ketika itu ada di Sumatera Utara atau kembali ke Aceh, kita ingin sama-sama potensinya dikolaborasikan," kata Bobby.
Bobby Nasution menegaskan bahwa perubahan status administratif bukan keputusan Pemprov Sumut.
"Saya sampaikan kemarin secara wilayah, enggak ada wewenang provinsi Sumut dan juga setahu saya Aceh mengambil pulau, menyerahkan daerah, itu enggak bisa. Semua itu ada aturannya. Kami pemerintah daerah ada batasan wewenang," ujarnya di Regale Convention Center, Selasa (10/6).
Ia kembali mengingatkan agar masyarakat tidak terprovokasi oleh isu ini dan ingin menjalin keharmonisan dengan sesama kepala daerah.
"Kami kepala daerah ingin menjalin keharmonisan. Ingat, banyak warga Aceh di Sumut, banyak warga Sumut di Aceh. Kalau dipanas-panasi, jangan warga Sumut anti melihat nomor pelat BL (Aceh) dan orang Aceh anti lihat pelat BK (Medan). Itu yang kita enggak mau," tuturnya.
Sumber: CNN
Artikel Terkait
KPK Wajib Periksa Jokowi dan Luhut Terkait Kasus Korupsi Proyek Whoosh, Ini Alasannya
Update Kasus Ijazah Jokowi: Gelar Perkara Segera Digelar, Satu Terlapor Belum Diperiksa
KPK Didorong Periksa Jokowi & Luhut di Kasus Whoosh, Begini Kata Pakar Hukum
Halim Kalla Belum Ditahan, Ini Kronologi Lengkap Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun