3 Misteri Besar Dalam Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto

- Rabu, 06 Agustus 2025 | 14:45 WIB
3 Misteri Besar Dalam Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto

PARADAPOS.COM - Kebijakan abolisi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto secara resmi kepada Tom Lembong dan amnesti untuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengundang perhatian banyak pihak.


Salah satunya, Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, yang menyebut langkah Presiden Prabowo tersebut perlu diacungi jempol.


Namun, menurutnya ada tiga persoalan dalam permasalahan ini.


Pertama, apa sesungguhnya yang menyebabkan dua orang ini saja, yaitu Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto saja yang kemudian mendapatkan Abolisi dan Amnesti, bagaimana dengan koruptor-koruptor lainnya?


Apakah mereka mendapatkan layanan serupa? Sehingga kalau kemudian masalah metode ini tidak digamblangkan secara eksplisit, maka jangan salahkan bunda mengandung kalau kemudian dirinya bertanya-tanya apakah keputusan Presiden Prabowo ini sunggu-sungguh objektif, sungguh-sungguh rasional, sungguh-sungguh terukur atau tidak.


“Beda misal ketika ada terpidana, berarti sudah ada dalam penjara, kemudian harus ditakar kembali nasibnya, apakah pantas untuk mendapatkan keringanan misalnya,” ucapnya Reza dikutip dari kanal YouTube @fgMedia pada Rabu (6/8).


Otoritas pemasyarakatan punya yang namanya Risk Assessment


Risk Assessment itu, diselenggarakan hingga pada akhirnya otoritas pemasyarakatan mantap percaya diri mengatakan napi A kebahayaannya sekian levelnya, napi yang ini tidak akan mengulangi perbuatan jahatnya, dan napi ini ternyata responsif alias berperilaku baik terhadap program pemasyarakatan, program pembinaan yang telah diselenggarakan.


Kalau hasil risk assesmentnya sebagus itu, maka pemasyarakatan akan memberikan rekomendasi bahwa napi yang satu ini layak untuk mendapatkan keringanan hukuman pidana.


Beda kisah kalau ternyata risk assesmentnya serba negatif, tentu saja pemasyarakatan tidak akan memberikan rekomendasi berupa peringanan hukuman pidana bagi narapidana yang hasil risk assesmentnya serba buruk, serba suram.


Namun, bagaimana dengan amnesti dan abolisi? Sekali lagi tidak terjawab metodenya, cara mengukurnya, tampaknya berlangsung di belakang layar dan tidak pernah diketahui secara utuh, itu masalah metodologi.


Kedua, tentang prospek dari proses hukum yang telah berlangsung.


“Oke, nasib Tom Lembong dan nasib Hasto sudah berhenti, kasus hukumnya sudah berhenti, tetapi kita sesungguhnya tidak bisa tutup mata bahwa jaksa sudah bekerja keras untuk membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh dua nama itu tadi,” ujarnya.


Saksi-saksi sudah diperiksa, bukti-bukti telah didapat dan ditelaah sampai kemudian mereka mengajukan tuntutan sedemikian rupa agar dua terdakwa yaitu Tom dan Hasto dijatuhi hukuman pidana.


Hasil kerja keras jaksa itu ternyata berhasil meyakinkan hakim, itu sebabnya hakim kemudian menjatuhkan vonis bersalah kepada Tom dan kepada Hasto.


“Pertanyaan saya, hasil kerja keras jaksa itu mau kita apakan. Contoh ya, kalaulah perbuatan Tom Lembong itu dianggap sistemik, karena Profesor Mahfud pun mengatakan Tom sebatas melaksanakan perintah, maka bukankah patut ditelusuri siapa yang memberikan perintah dan pihak yang telah memberikan perintah yang salah semestinya juga dimintai pertanggungjawabannya secara pidana,” jelasnya.


Nasib Tom Lembong memang sudah selesai, tetapi nasib kasusnya sekali lagi, jaksa sudah bekerja panjang loh untuk membuktikan tentang adanya pidana, termasuk kemungkinan jaksa sudah mengendus siapa-siapa saja yang berada dalam lingkaran sistemik pidana itu.


“Atas dasar itu, menurut saya kita perlu pilah ini, sekali lagi kita tidak sedang mempersoalkan nasib Tom Lembong karena dia sudah selesai berkat adanya Abolisi dari Presiden Prabowo,” ungkapnya.


Namun, nasib kasusnya tidak serta merta mati, tidak serta merta hilang, kasus itu beserta segala bukti, beserta segala saksi yang sudah ditangani oleh Kejaksaan, semestinya bisa ditindaklanjuti.


Karena kalau tidak, maka justru akan terkesan bahwa seolah-olah abolisi bagi Tom Lembong itu seperti memutus mata rantai penegakan hukum terhadap kasus korupsi, itu yang tidak menyenangkan, itu yang tidak menggembirakan.

Halaman:

Komentar