Desakan agar Sudewo lengser semakin kuat setelah kebijakannya menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Kenaikan tersebut awalnya dimaksudkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur karena penerimaan PBB-P2 Pati lebih rendah dari daerah sekitar.
Namun kebijakan itu memicu aksi besar-besaran pada 13 Agustus 2025.
Puluhan ribu warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu turun ke jalan menuntut pemakzulan.
DPRD Pati kemudian merespons dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan Sudewo.
Pansus mencatat ada 22 tuntutan warga yang kemudian dirangkum menjadi 12 poin utama.
Sikap Pemerintah Provinsi
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, menegaskan pemerintah provinsi menghormati proses yang tengah berjalan.
“Kalau untuk tuntutan masyarakat Pati kemarin, kami hormati. Inilah demokrasi yang ada di negara kita. Tetapi semua tetap harus berjalan berdasarkan undang-undang,” ujarnya.
Ia menambahkan, mekanisme pemakzulan kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Setiap tahapan, menurutnya, harus ditempuh sesuai prosedur agar tidak menimbulkan kekacauan.
Sementara itu, Sudewo sendiri dikabarkan tengah sakit sehingga tidak hadir pada upacara peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia di Pati.
Posisinya saat itu digantikan oleh Taj Yasin yang bertindak sebagai inspektur upacara.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Roy Suryo Tolak Mediasi Kasus Ijazah Jokowi: Tidak Ada Perdamaian dengan Kepalsuan
KPK Kembalikan Rp883 Miliar ke PT Taspen, Hasil Rampasan Kasus Korupsi Investasi Fiktif
Dewas KPK Akan Musyawarah Pemanggilan Bobby Nasution, Ini 3 Tuntutan KAMI
Pengacara Roy Suryo Beberkan Kriminalisasi & Penyelundupan Pasal Kasus Ijazah Jokowi