Sahroni membedakan remisi Setnov yang bersifat prosedural dengan wacana amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong, yang ia sebut sebagai hak prerogatif presiden.
"Ya enggak diampuni kan itu (pemberian remisi) melalui proses. Kecuali yang bilang kemarin amnesti dan abolisi itu kan hak prerogatifnya Bapak Presiden," tuturnya.
Manuver ini seolah menempatkan kasus Hasto dan Tom Lembong dalam bingkai politis, sementara kasus korupsi Setnov dibingkai sebagai murni administratif.
Lebih jauh, Sahroni menilai bahwa hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti dan abolisi adalah upaya untuk meredam kegaduhan publik.
Ia menyiratkan bahwa kasus yang menjerat Hasto dan Tom Lembong adalah upaya untuk merusak individu dan organisasi secara politik.
"Jangan sampai penegak hukum dijadikan alat sama mereka yang mau merusak seseorang secara pribadi dan pada momen yang mungkin diduganya adalah untuk merusak organisasi," katanya, seraya berharap penegakan hukum ke depan bisa berjalan objektif tanpa didasari sentimen suka atau tidak suka.
Terlepas dari manuver politik di Senayan, fakta hukumnya jelas.
Setya Novanto, terpidana 12,5 tahun penjara kasus korupsi E-KTP, dinyatakan bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025.
Total Remisi: Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, mengonfirmasi Setnov mendapat total remisi 28 bulan dan 15 hari.
Syarat Terpenuhi: Kepala Kanwil Ditjenpas Jawa Barat, Kusnali, menyatakan Setnov telah menjalani 2/3 masa pidana dan melunasi denda serta uang pengganti kerugian negara.
Belum Bebas Murni: Setnov masih dalam status bebas bersyarat dan wajib lapor hingga bebas murni pada April 2029.
Sumbar: Suara
Artikel Terkait
Roy Suryo Tolak Mediasi Kasus Ijazah Jokowi: Tidak Ada Perdamaian dengan Kepalsuan
KPK Kembalikan Rp883 Miliar ke PT Taspen, Hasil Rampasan Kasus Korupsi Investasi Fiktif
Dewas KPK Akan Musyawarah Pemanggilan Bobby Nasution, Ini 3 Tuntutan KAMI
Pengacara Roy Suryo Beberkan Kriminalisasi & Penyelundupan Pasal Kasus Ijazah Jokowi