PARADAPOS.COM - Kamis sore (21/8/2025) lalu, halaman Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta Selatan, laiknya showroom kendaraan mewah.
Empat sepeda motor mewah merek pabrikan Italia Ducati terpampang di sana. Demikian juga belasan mobil yang harganya selangit.
Di dalam gedung, tepatnya di lokasi pemeriksaan, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer mencak-mencak tiada henti. Ia meradang selepas terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada dini hari itu.
Kemarahan yang kemudian jadi tangisan saat KPK akhirnya mengenakan rompi oranye dan diumumkan sebagai tersangka pada Jumat setelah diperiksa 24 jam.
Penangkapan terhadap Ebenezer yang akrab disapa Noel tersebut adalah yang kesekian kali terkait korupsi di Kemenaker dalam dua tahun belakangan. Ada ada di kementerian tersebut?
Tanda bahaya sedianya sudah dinyalakan KPK pada Mei lalu. Jubir KPK, Budi Prasetyo kala itu menjelaskan bahwa Kemenaker dapat skor Survei Penilaian Integritas (SPI) di angka 71,29.
"Kementerian Ketenagakerjaan meraih skor 71,29 atau masih masuk dalam kategori rentan," kata Budi di gedung Merah Putih KPK, Rabu (21/5/2025).
Menurutnya, skor ini jadi sinyal kuat perlunya langkah-langkah perbaikan dalam pencegahan tindak pidana korupsi di Kemenaker. Secara spesifik, terdapat dua aspek yang masih rentan korupsi di Kemenaker.
Pertama, soal pengadaan barang dan jasa, kemudian terkait manajemen SDM.
Faktanya, dalam dua kasus yang terkuak belakangan, ada satu lagi yang tak kalah "basah": soal perizinan.
Kasus perizinan yang pertama diusut KPK tahun ini adalah soal pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Merujuk KPK, pemerasan di sistem perizinan ini diduga terjadi begitu tenaga kerja asing (TKA) melewati imigrasi di pintu-pintu masuk kedatangan internasional atau luar negeri.
Para TKA diketahui sebelum mengurus RPTKA di Kemenaker akan menjalani sejumlah proses di imigrasi.
“Sebelum masuk ke RPTKA, ketika dia (TKA, red.) minta atau mencari pekerjaannya, nah masuknya ke imigrasi terlebih dahulu. Itu yang sedang kami dalami,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Juni lalu, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
KPK lantas menahan delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp 53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut sudah lama berlangsung.
Ia diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat menakertrans pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Artinya, tiga menteri dilintasi para pelaku pemerasan ini di Kemenaker.
Sedangkan dalam kasus terkini yang menjerat wamenaker, yang dimainkan adalah pengurusan sertifikasi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Kemenaker. K3 dimaksudkan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja.
Sedangkan sertifikasi K3 bertujuan memastikan tenaga kerja atau perusahaan paham dan mampu menerapkan K3.
KPK mengungkap bahwa dari tarif sertifikasi K3 yang seharusnya sebesar Rp 275 ribu, pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya Rp 6 juta.
Kelebihan biaya tersebut merupakan bagian dari pemerasan untuk memuluskan pengajuan sertifikasi K3.
Dari praktik ini, KPK mengungkap terdapat Rp 81 miliar hasil pemerasan yang mengalir ke berbagai pihak.
Selain Noel, di antara yang diduga terlibat adalah Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 Kemenaker Irvian Bobby Mahendro; Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker Aditya Herwanto.
Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 Kemenaker Subhan, Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Kemenaker tahun 2020-2025 Anitasari Kusumawati, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemenaker Fahrurozi; Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker Hery Sutanto, Subkoordinator di Kemenaker Sekarsari Kartika Putri, dan Koordinator di Kemenaker Supriadi. Sedangkan dari pihak swasta ada Pihak PT KEM Indonesia Temurila.
Artikel Terkait
ICW Sindir KPK Masuk Angin soal Bobby Nasution: Menantu Jokowi Belum Diperiksa Kasus Suap Proyek Jalan Rp165,8 M
Roy Suryo Tolak Mediasi Kasus Ijazah Jokowi: Tidak Ada Perdamaian dengan Kepalsuan
KPK Kembalikan Rp883 Miliar ke PT Taspen, Hasil Rampasan Kasus Korupsi Investasi Fiktif
Dewas KPK Akan Musyawarah Pemanggilan Bobby Nasution, Ini 3 Tuntutan KAMI