Musk sebelumnya menjabat sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan, sebuah jabatan strategis yang ia gunakan untuk mendorong pemangkasan belanja federal dan pengurangan birokrasi.
Namun kebijakannya memicu konflik dengan sejumlah menteri kabinet dan merusak hubungan internal.
"Lihat, saya dan Elon punya hubungan yang luar biasa. Tapi saya tidak tahu apakah itu masih berlaku," kata Trump di hadapan pers.
Puncak konflik dimulai saat Musk mengkritik keras RUU pajak dan belanja yang diusulkan Trump, menyebutnya undang-undang menjijikkan yang bisa menambah utang nasional antara US$2,4-US$5 triliun.
Trump menuding Musk hanya marah karena RUU itu menghapus insentif pajak untuk kendaraan listrik.
"Dia hanya kecewa karena kehilangan keuntungan dari kredit pajak mobil listrik," kata Trump.
Namun Musk membantah, menyatakan bahwa ia tidak keberatan insentif itu dihapus selama "gunungan pemborosan anggaran" juga dihapus.
Ia bahkan membuat jajak pendapat untuk 220 juta pengikutnya: "Sudah waktunya buat partai politik baru yang mewakili 80% rakyat di tengah?"
Implikasi Politik dan Ekonomi
Keretakan ini dinilai bisa berdampak besar terhadap peluang Partai Republik dalam pemilu sela mendatang.
Musk bukan hanya donatur utama, tetapi juga penghubung Trump dengan miliarder Silicon Valley. Ia juga memiliki pengaruh raksasa di dunia maya.
Sementara itu, meningkatnya fokus Musk pada politik memicu protes di berbagai pabrik Tesla dan membuat investor khawatir bahwa perhatian sang CEO terlalu terpecah, menyebabkan penurunan penjualan global.
"Kerugian hari ini hanya awal. Jika perang dingin antara Trump dan Musk terus berlanjut, sektor teknologi dan luar angkasa AS bisa terguncang," ujar analis pasar dari Global Guardian, Zev Faintuch.
Belum jelas apakah konflik ini akan mereda atau justru meningkat.
Namun satu hal pasti: perpecahan antara Trump dan Musk akan menjadi sorotan utama dunia bisnis, politik, dan teknologi dalam waktu lama.
Musk menutup salah satu unggahannya dengan kutipan retoris: "Dulu dia mengecam pemborosan pemerintah.
Di mana orang itu sekarang?" - menyiratkan bahwa bahkan di era kekuasaan, seseorang bisa kehilangan prinsipnya.
Sumber: CNBC
Artikel Terkait
Momen Viral PM Jepang Sanae Takaichi Dekati Prabowo di KTT APEC 2025, Ini Isi Pidato Tolak Serakahnomics
Tragedi El Fasher: Pembantaian Etnis dan Pengungsian Massal di Sudan
Resolusi PBB Sahkan Otonomi Sahara Barat di Bawah Maroko, Dukungan AS Kunci Kemenangan Diplomatik
Pangeran Andrew Dicabut Gelar Kerajaan: Fakta Terbaru Kasus Epstein