Pencabutan Izin Tambang di Indonesia: Redistribusi Konsesi atau Solusi Lingkungan?

- Kamis, 18 Desember 2025 | 00:50 WIB
Pencabutan Izin Tambang di Indonesia: Redistribusi Konsesi atau Solusi Lingkungan?

Pencabutan Izin Tambang di Indonesia: Strategi Konservasi atau Sekedar Ganti Kepemilikan?

Oleh: Rosadi Jamani

Pemerintah Indonesia gencar melakukan pencabutan izin usaha pertambangan dan kehutanan. Namun, di balik aksi yang tampak tegas ini, muncul pertanyaan kritis: apakah hutan dan lingkungan benar-benar menang, atau ini hanya soal pergantian pemegang konsesi?

Gelombang Pencabutan Izin: Data dan Realita

Sejak 2022, tercatat 2.078 IUP minerba dan 192 izin kehutanan seluas lebih dari 3 juta hektare telah dicabut. Di tahun 2025, kebijakan berlanjut dengan pencabutan empat IUP nikel di kawasan Raja Ampat serta 18 izin PBPH dan HTI.

Di permukaan, langkah ini dipuji sebagai bentuk kehadiran negara. Namun, banyak pengamat melihatnya sebagai pembersihan administratif. Izin yang dicabut seringkali tidak mengakhiri eksploitasi, melainkan membuka jalan bagi entitas baru untuk menguasai lahan yang sama.

Redistribusi Konsesi ke Ormas Keagamaan: Solusi atau Masalah Baru?

Pemerintah kini menawarkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan. Kebijakan ini berdasar pada PP No. 25 Tahun 2024, dengan dalih pemberdayaan ekonomi ormas.

Hingga pertengahan 2025, sedikitnya 27 WIUPK telah ditawarkan. Respons ormas beragam: ada yang menerima, ada yang menolak dengan alasan fokus pada urusan umat, dan ada yang melihatnya sebagai peluang ekonomi.

Kritik dari LSM Lingkungan dan Potensi Masalah

Halaman:

Komentar