Pencabutan Izin Tambang di Indonesia: Strategi Konservasi atau Sekedar Ganti Kepemilikan?
Oleh: Rosadi Jamani
Pemerintah Indonesia gencar melakukan pencabutan izin usaha pertambangan dan kehutanan. Namun, di balik aksi yang tampak tegas ini, muncul pertanyaan kritis: apakah hutan dan lingkungan benar-benar menang, atau ini hanya soal pergantian pemegang konsesi?
Gelombang Pencabutan Izin: Data dan Realita
Sejak 2022, tercatat 2.078 IUP minerba dan 192 izin kehutanan seluas lebih dari 3 juta hektare telah dicabut. Di tahun 2025, kebijakan berlanjut dengan pencabutan empat IUP nikel di kawasan Raja Ampat serta 18 izin PBPH dan HTI.
Di permukaan, langkah ini dipuji sebagai bentuk kehadiran negara. Namun, banyak pengamat melihatnya sebagai pembersihan administratif. Izin yang dicabut seringkali tidak mengakhiri eksploitasi, melainkan membuka jalan bagi entitas baru untuk menguasai lahan yang sama.
Redistribusi Konsesi ke Ormas Keagamaan: Solusi atau Masalah Baru?
Pemerintah kini menawarkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan. Kebijakan ini berdasar pada PP No. 25 Tahun 2024, dengan dalih pemberdayaan ekonomi ormas.
Hingga pertengahan 2025, sedikitnya 27 WIUPK telah ditawarkan. Respons ormas beragam: ada yang menerima, ada yang menolak dengan alasan fokus pada urusan umat, dan ada yang melihatnya sebagai peluang ekonomi.
Artikel Terkait
2.603 Rumah Bantuan Bencana Dibangun Tanpa APBN, Tzu Chi & Menteri Ara Jadi Donor
Bantuan Rp 10.000 Per Hari dari Mensos Gus Ipul untuk Korban Bencana: Syarat & Rincian Lengkap
Lisa Mariana Minta Maaf ke Atalia via DM Instagram: Isi Pesan & Bukti Unggahan
Prabowo Targetkan Hunian Sementara Korban Bencana Agam Selesai dalam 1 Bulan