Bencana banjir bandang di Sumatra belakangan ini menyoroti parahnya kerusakan hutan di wilayah tersebut. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menegaskan bahwa bencana yang terjadi hampir setiap tahun dipicu oleh kerusakan ekosistem, khususnya di kawasan Batang Toru (Harangan Tapanuli).
Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Sumut, Jaka Kelana Damanik, mengkritik narasi yang hanya menyalahkan curah hujan tinggi. Fakta di lapangan menunjukkan banyak kayu terbawa arus banjir dan citra satelit memperlihatkan kondisi hutan yang gundul di sekitar lokasi bencana.
"Hanya Kabupaten Samosir yang masuk kategori risiko rendah. Sebagian besar wilayah Sumatra Utara sudah masuk kelas risiko tinggi untuk bencana banjir dan longsor," jelas Jaka merujuk pada dokumen kajian risiko bencana nasional.
Korban Jiwa Akibat Banjir Sumatra Terus Bertambah
Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin (15/12/2025) malam mencatat korban jiwa akibat banjir dan longsor di tiga provinsi (Aceh, Sumut, Sumbar) mencapai 1.030 orang meninggal, dengan 206 orang masih dinyatakan hilang. Angka ini menunjukkan skala bencana ekologis yang sangat serius.
WALHI Sumut menduga kuat laju deforestasi yang tak terbendung, didukung oleh izin-izin usaha dari pemerintah, menjadi akar masalah. Kerusakan ekosistem Batang Toru tidak hanya memicu bencana tetapi juga mengancam kelestarian flora dan fauna langka, termasuk orangutan tapanuli.
Pernyataan Presiden Prabowo ini diharapkan menjadi momentum penegakan hukum yang tegas terhadap perusakan lingkungan, baik yang dilakukan oleh korporasi maupun oknum aparat negara sendiri.
Artikel Terkait
15 WNA China Ditangkap Usai Serang Anggota TNI di Ketapang: Kronologi & Fakta Lengkap
Presiden Prabowo Perintahkan Tindak Tegas Oknum TNI-Polri Pelindung Penyelundupan Timah Bangka
Kritik Pedas Pernyataan Prabowo Soal Bencana: Nyawa Rakyat Bukan Statistik
Insiden Ketapang: Alasan TNI Mundur Saat Diserang WN China Bersenjata