Ketua DPN Bidang Kesehatan Perempuan dan Anak Repdem Rusmarni Rusli mengatakan, anomali ASI ekslusif dan stunting di NTB harus menjadi perhatian pemerintah.
“Selama ini pemerintah selalu berlindung dibalik ASI ekslusif sebagai cara mengatasi stunting. Seolah-olah para ibu yang tidak mampu memberikan ASI untuk anak. Padahal ada persoalan lain di sini yaitu kecukupan gizi. ASI saja tidak cukup bila asupan gizi tidak seimbang,” jelas Rusmarni.
Di sisi lain, aktivis yang akrab di sapa Marni ini juga mengatakan, bicara tentang ASI juga tidak terlepas dari hak-hak perempuan.
Baca Juga: Kunjungi Sritex, Gibran Ingin Selesaikan Tumpang Tindih Aturan untuk Permudah Industri
Terutama perempuan pekerja yang hingga saat ini masih di abaikan oleh negara.
“Agar anak tidak stunting, ibu wajib memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan. Sementara, hak cuti melahirkan pegawai yang ditanggung negara hanya 3 bulan. Artinya, selama 3-4 bulan selanjutnya, para ibu bekerja ini harus berjuang sendiri demi memberikan ASI, bisa tuntas bisa juga gagal bila tidak memiliki support system yang baik. Yang lebih memprihatinkan adalah perempuan dan ibu yang bekerja sebagai buruh pabrik, lebih minim lagi perlindungannya. Ada sekitar 20 persen atau 10 juta perempuan bekerja sebagai tenaga produksi (pabrik), artinya, anak-anak dari 10 juta ibu ini beresiko tidak mendapatkan ASI secara ekslusif,” pungkas Marni.
Oleh karena, Marni berharap pemerintah dan juga para stakeholder dapat mengatasi persoalan ASI dan stunting dari akarnya.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: suaramerdeka.com
Artikel Terkait
Modus Baru Pencurian Motor di Sekolah: Pura-pura Tanya Guru di SDN Lebak
Gus Ipul Gelar Doa Bersama Pemulung Bantargebang, Ajak Kenang Pahlawan Bangsa & Keluarga
Bandar Narkoba Muara Enim Diciduk, 97 Gram Sabu dan 150 Pil Ekstasi Diamankan Polisi
BMKG dan BNPB Modifikasi Cuaca Cegah Banjir Jakarta, Jabar, Jateng