Kejagung Mundur dari Kasus Korupsi Pagar Laut: 'Negara Kalah Melawan Oligarki?'
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H
Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Pada Ahad (16/2), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan lembaganya tidak lagi mengusut dugaan korupsi atas terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di perairan Tangerang.
Harli menyebutkan perkara itu kini sepenuhnya ditangani oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Lebih lanjut, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung R.I.) menyampaikan dua alasan, berdasarkan MOU yang diteken 3 lembaga (KPK, Kejagung, Polri), yaitu:
Pertama, Kasus terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di perairan Tangerang sudah ditangani oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Sehingga, pihak Kejagung mengalah untuk mundur dan menyerahkan sepenuhnya kepada institusi Polri untuk mengusut kasus ini.
Kedua, dugaan adanya tindak pidana korupsi (Tipikor) berupa suap dan/atau gratifikasi juga merupakan materi muatan yang terkait dengan terbitnya Sertifikat laut baik SHGB maupun SHM. Sehingga, dugaan itu juga bisa ditelusuri oleh Bareskrim saat mengusut kasus.
Hanya saja, alasan yang disampaikan Kejagung ini terkesan mengada-ada. Pasalnya, tidak ada satupun Pasal dalam MoU antara KPK, Kejagung dan Polri yang meminta salah satu pihak untuk mundur dalam menangani kasus.
Bantahan lengkapnya adalah sebagai berikut:
Pertama, 21 Pasal MoU tentang sinergi pencegahan tindak pidana korupsi, sinergi penanganan tindak pidana korupsi, bantuan pengamanan, pemanfaatan sarana/prasarana, permintaan dan/atau pemberian data dan/atau informasi, peningkatan kapasitas dan/atau pemanfaatan sumber daya manusia serta pengembangan kapasitas kelembagaan, pemanfaatan kerja sama lainnya, *tidak memuat satupun pasal yang mengatur norma mundurnya penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.*
MoU yang diteken oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Ketua KPK Firly Bahuri dan Kajagung ST Burhanuddin pada 20 Mei 2021 lalu, lebih memuat norma tentang hubungan koordinasi dan supervisi dalam penanganan kasus korupsi.
Kedua, MoU antara KPK, Polri dan Kejagung yang pada 20 Mei 2021 lalu, berdasarkan ketentuan Pasal 20 berlaku 3 tahun.
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
3 Jalur Alternatif Jakarta - Gombong Paling Cepat & Efektif Hindari Macet
Fakta Masjid Jokowi di Abu Dhabi: Dibangun UEA sebagai Tanda Persahabatan, Bukan Uang Pajak
Presiden Prabowo Perintahkan Pembangunan Kereta Api Trans-Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
Gubernur Riau Abdul Wahid Ditangkap KPK, Riau Jadi Provinsi Terkorup di Indonesia