Artinya, MoU itu demi hukum berakhir dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat per 20 Mei 2024.
Memang benar, pada tanggal 30 Oktober 2024 lalu sudah ada pertemuan antara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Namun sampai saat ini, belum ada kabar tentang status perpanjangan MoU antara KPK, Kejagung dan Polri tersebut.
Ketiga, Bareskrim Polri menangani kasus sertifikat di pagar laut berdasarkan ketentuan Pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Penyidikan juga dilakukan oleh Dirtipidum.
Itu artinya, tidak ada penanganan kasus korupsi oleh Bareskrim Polri sehingga Kejagung harus mundur.
Objek yang ditangani Bareskrim Polri adalah tindak pidana umum berupa dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.
Sedangkan Kejagung berdasarkan surat Kejaksaan Agung nomor B- 322 /F.2 Fd.1/01/2025, tertanggal 22 Januari 2025 tegas menyatakan sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di perairan laut Tangerang Utara, dengan meminta data dan dokumen kepada kepala Desa Kohod di Kabupaten Tanggerang.
Lalu, apa dasarnya Kejagung menghentikan penyelidikan kasus korupsi dengan dalih Bareskrim Polri sudah menangani, padahal Bareskrim Polri tidak masuk ke tindak pidana korupsi, melainkan tindak pemalsuan surat dan/atau memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik?
Keempat, dalam kasus korupsi itu materi objek perkara bukan hanya an sich soal suap dan gratifikasi (Pasal 12B ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001).
Terbitnya SHGB dan SHM di laut jelas kuat dugaan telah terjadi tindakan penyalahgunaan wewenang dan atau perbuatan melawan hukum yang menguntungkan diri sendiri, orang lain dan Korporasi, yang merugikan keuangan negara. (Pasal 2 dan 3 UU Tipikor).
Artinya, andaikan Bareskrim Polri menangani kasus korupsi suap dan gratifikasi, toh Kejagung masih bisa menyidik korupsi penyalahgunaan wewenang dan atau perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.
Apalagi, Bareskrim Polri belum masuk ke perkara Tipikor. Bareskrim baru masuk pidana umum melalui direktorat tindak pidana umum (Dirtipidum).
Lalu, mau berdalih apalagi KEJAGUNG? Apakah, Kejagung takut melawan Oligarki PIK-2 yakni Aguan dan Anthony Salim? Lalu, kemana lagi rakyat mencari perlindungan hukum, jika aparat negara sudah takut pada Oligarki? ***
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
3 Jalur Alternatif Jakarta - Gombong Paling Cepat & Efektif Hindari Macet
Fakta Masjid Jokowi di Abu Dhabi: Dibangun UEA sebagai Tanda Persahabatan, Bukan Uang Pajak
Presiden Prabowo Perintahkan Pembangunan Kereta Api Trans-Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
Gubernur Riau Abdul Wahid Ditangkap KPK, Riau Jadi Provinsi Terkorup di Indonesia