PARADAPOS.COM - Fenomena #AdiliJokowi muncul sebagai bentuk ekspresi kekecewaan publik terhadap mantan Presiden Joko Widodo.
Beberapa faktor yang menyebabkan gerakan ini semakin menguat antara lain:
1. Kekecewaan terhadap Kebijakan Pemerintahan Jokowi: Masyarakat merasa sejumlah kebijakan yang diterapkan selama masa kepemimpinan Jokowi tidak berpihak pada rakyat dan merugikan demokrasi. Hal ini memicu ketidakpuasan yang kemudian diekspresikan melalui tagar #AdiliJokowi.
2. Laporan OCCRP: Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) memasukkan nama Jokowi sebagai salah satu finalis orang terkorup di dunia. Meskipun belum ada bukti konkret di pengadilan, laporan ini memicu reaksi keras dari masyarakat yang semakin skeptis terhadap integritas kepemimpinan Jokowi.
3. Peran Media Sosial: Platform seperti Twitter (sekarang dikenal sebagai X) menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka. Tagar #AdiliJokowi dengan cepat menjadi trending topic, menunjukkan besarnya dukungan dan partisipasi publik dalam gerakan ini.
4. Transisi Kepemimpinan: Peralihan dari pemerintahan Jokowi ke Prabowo Subianto menciptakan dinamika politik yang mempengaruhi persepsi publik. Beberapa pihak mungkin memanfaatkan situasi ini untuk menguji kekuatan atau mempengaruhi opini publik terhadap rezim Jokowi pasca kekuasaannya.
5. Respons Pemerintah yang Defensif: Analis komunikasi politik, Hendri Satrio, menilai bahwa pemerintah gagal memahami esensi gerakan ini dan cenderung bersikap defensif serta mengabaikan suara-suara rakyat. Sikap ini justru memperburuk kepercayaan publik dan memperkuat gerakan #AdiliJokowi.
6. Predisposisi Anti-KKN: Masyarakat Indonesia memiliki predisposisi anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi, kekecewaan terhadap dugaan praktik KKN mungkin terpendam dan baru diekspresikan secara terbuka setelah masa jabatannya berakhir.
Kombinasi faktor-faktor di atas berkontribusi pada penguatan gerakan #AdiliJokowi sebagai bentuk tuntutan masyarakat untuk keadilan dan transparansi dalam pemerintahan.
Kebijakan-kebijakan apa saja yang sangat mengecewakan masyarakat selama Jokowi menjadi presiden?
Selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terdapat sejumlah kebijakan yang memicu kekecewaan dan kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan: Pada tahun 2020, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Kenaikan ini terjadi di tengah pandemi COVID-19, yang memberatkan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.
2. Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law): UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan dengan tujuan meningkatkan investasi dan lapangan kerja. Namun, banyak pihak menilai UU ini mengurangi perlindungan bagi pekerja dan berpotensi merusak lingkungan, memicu protes besar di berbagai daerah.
3. Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK): Pada tahun 2019, pemerintah bersama DPR merevisi UU KPK yang dianggap melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Langkah ini memicu demonstrasi luas dari mahasiswa dan masyarakat yang khawatir terhadap komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
4. Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur: Rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur menuai kritik terkait biaya besar, dampak lingkungan, dan ketidakpastian kelanjutan proyek di masa depan.
5. Penanganan Pandemi COVID-19: Kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi, termasuk penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan distribusi vaksin, mendapat kritik karena dianggap kurang terkoordinasi dan berdampak negatif pada perekonomian masyarakat kecil.
6. Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu: Isu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode atau penundaan pemilu 2024 menimbulkan kekhawatiran publik terhadap potensi kemunduran demokrasi di Indonesia.
7. Proyek Rempang Eco-City: Pembangunan proyek ini di Kepulauan Riau menyebabkan bentrokan antara aparat keamanan dan masyarakat adat yang merasa hak-hak mereka diabaikan, memicu kritik terhadap pendekatan pemerintah dalam pembangunan.
8. Dugaan Nepotisme dalam Politik: Pengangkatan anggota keluarga Presiden dalam posisi politik, seperti putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden, dan putra bungsunya, Kaesang Pangarep, sebagai ketua partai politik, menimbulkan kekhawatiran tentang praktik nepotisme dan konsolidasi kekuasaan keluarga.
Kebijakan-kebijakan di atas telah memicu berbagai reaksi dan protes dari masyarakat, mencerminkan kekecewaan terhadap arah kebijakan pemerintah selama masa jabatan Presiden Jokowi.
Selain kebijakan-kebijakan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa keputusan dan tindakan lain selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang menimbulkan kontroversi dan kekecewaan di kalangan masyarakat:
Penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ini menuai kritik karena beberapa pasalnya dianggap dapat membuka celah korupsi. Misalnya, Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa pejabat yang melaksanakan Perppu ini tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana asalkan bertindak dengan itikad baik. Hal ini memicu kekhawatiran terkait akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggaran penanganan pandemi.
Artikel Terkait
Roy Suryo: 99,9% Akun Kaskus Fufufafa Milik Gibran, Klaim 3.000 Ujaran Kebencian
Banjir Jakarta 2025: Penyebab & Kritik untuk Pramono Anung
Dukung Bareskrim! IPW Soroti Kerugian Negara Rp 1,08 Triliun dari Tambang Emas Ilegal di Lombok
Strategi Partai Perindo Dongkrak 130 Juta Warga Naik Kelas Ekonomi