Kasus Korupsi PT Timah, Alwin Albar Divonis 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 750 Juta

- Senin, 05 Mei 2025 | 12:55 WIB
Kasus Korupsi PT Timah, Alwin Albar Divonis 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 750 Juta


Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada mantan Direktur Operasional PT Timah Tbk Alwin Albar dalam kasus dugaan korupsi di PT Timah yang merugikan negara sampai Rp 300 triliun.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu tindak pidana selama 10 tahun dan denda sebanyak Rp 750 juta, jika terdakwa tidak membayar denda tersebut akan diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata Hakim ketua Fajar Kusuma Aji Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

Selain itu, majelis hakim dalam putusannya mewajibkan Alwin Albar untuk membaya pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Putusan ini disampaikan lantara majelis hakim meyakini bahwa Alwin Albar secara sah dan diyakini bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Dengan begitu, majelis hakim mempertimbangkan bahwa Alwin Albar harus dijatuhi putusan yang berat.

"Menimbang bahwa tindak pidana korupsi di negara indonesia adalah merupakan kejahatan luar biasa," ujar hakim.

Lebih lanjut, hakim menyebut bahwa Alwin Albar tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi. Alwin Albar juga dinilai telah melakukan korupsi dengan kerugian yang besar.

"Terdakwa pernah di pidana di perkara lain," kata hakim saat bacakan hal memberatkan.

Namun, hakim mengungkapkan hal meringankan dalam memberikan putusan yaitu menilai bahwa Alwin Albar bersikap kooperatif selama persidangan dan berterus terang dalam menyampaikan keterangannya.

Hakim kemudian memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) membuka blokiran rekening yang disita dari tangan Alwin Albar.

Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa. Alwin dituntut 14 tahun penjara dan dituntut Rp 750 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, JPU juga menuntut Alwin Albar dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Diketahui, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar didakwa terlibat korupsi pada tata niaga komoditas timah yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun. Jaksa menyebut Alwin telah menerbitkan kebijakan kerja sama PT Timah dengan sejumlah perusahaan pemilik izin usaha jasa pertambangan (IUJP) atau mitra dalam penambangan.

Terdakwa Meninggal, Uang Pengganti Dibebankan ke Ahli Waris

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa beban uang pengganti yang dijatuhkan kepada terdakwa kasus korupsi timah, Suparta yang meninggal dunia, kemungkinan akan dibebankan kepada ahli waris yang bersangkutan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan bahwa apabila terdakwa meninggal dunia, maka status pidana yang bersangkutan akan gugur.

“Mengacu kepada ketentuan Pasal 77 KUHP, di sana intinya disebutkan bahwa gugurnya kewenangan untuk melakukan penyidikan atau penuntutan itu karena yang bersangkutan tersangka atau terdakwa meninggal dunia,” katanya ketika ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Akan tetapi, status gugur tersebut tidak secara otomatis menghilangkan hukuman pembebanan uang pengganti sebesar Rp4,5 triliun yang divoniskan kepada Suparta.

Kapuspenkum mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 34 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa berita acara persidangan terdakwa yang meninggal dunia akan diserahkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan keperdataan dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara.

Gugatan perdata tersebut, kata dia, nantinya akan diarahkan kepada ahli waris Suparta.

Namun, JPU akan mengkaji terlebih dahulu terkait hal tersebut.

“Diarahkan ke ahli waris. Di aturannya seperti itu, tapi nanti bagaimana prosesnya, kita mulai dulu bagaimana sikap dari penuntut umum akan dikaji dulu,” katanya.

Diketahui, terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022, Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), meninggal dunia pada Senin (28/4).

Dia terbukti menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima.

Atas perbuatannya, Suparta pun dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan, serta membayar uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider 6 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Lalu, pada Februari 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis pidana penjara yang bersangkutan menjadi 19 tahun setelah menerima permintaan banding dari penuntut umum dan Suparta selaku terdakwa dalam kasus tersebut.

Untuk pidana denda, hukuman terhadap Suparta tetap sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Sementara pada pidana tambahan, Majelis Hakim menetapkan uang pengganti yang dibayarkan Suparta tetap sebesar Rp4,57 triliun.

Tetapi hukuman pengganti apabila Suparta tidak membayarkan uang pengganti tersebut diperberat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 10 tahun penjara.

Usai dijatuhi putusan banding, Suparta mengajukan kasasi di Mahkamah Agung. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kapuspenkum Harli.

Sumber: suara
Foto: Foto sebagai ilustrasi, sidang perkara kasus timah. (Suara.com/Dea)

Komentar