Menimbang Diamnya Prabowo: Ijazah Jokowi dan Dilema Abolisi

- Sabtu, 17 Mei 2025 | 06:00 WIB
Menimbang Diamnya Prabowo: Ijazah Jokowi dan Dilema Abolisi


Mengeluarkan abolisi demi menyelamatkan Jokowi sama saja dengan Prabowo mengikat dirinya ke dalam dosa masa lalu sang petahana. 


Itu bukan sekadar tanda loyalitas, melainkan ikrar politik bahwa ia siap menanggung beban sejarah Jokowi—sekaligus membentengi sebuah masa lalu yang cacat dari pengadilan publik.


Maka diam Prabowo bisa dibaca sebagai strategi. Sebagai perwira, ia paham pentingnya waktu dan momentum.


 Jika ia bertindak terlalu cepat, ia bisa terjebak dalam arus delegitimasi. Jika ia terlambat, ia bisa kehilangan kendali atas narasi. 


Dengan membiarkan polemik ini terus mengalir, Prabowo sedang menghitung: seberapa besar rakyat peduli? 


Seberapa kuat tekanan elite? Seberapa genting dampaknya pada stabilitas nasional dan masa depannya sebagai kepala negara?


Lagi pula, membiarkan isu ini bergulir tanpa intervensi langsung juga memberi ruang bagi skenario lain: yakni agar Jokowi menyelesaikan sendiri urusannya sebelum tongkat kuasa berpindah tangan. 


Prabowo bisa berdalih: “Saya belum menjabat, saya menghormati proses hukum.” Dalam politik, keheningan pun bisa menjadi bahasa.


Tapi publik tak bisa menunggu selamanya.


Jika abolisi tak menyelesaikan masalah, apa gunanya? Ini pertanyaan yang harus dijawab. 


Karena realitas hari ini menunjukkan, persoalan ijazah Jokowi telah menjadi bola liar yang bukan hanya menyeret marwah individu, tetapi juga kepercayaan rakyat pada sistem. 


Kita sedang mempertanyakan: apakah negeri ini masih menjunjung kejujuran administratif? Atau kita telah rela memaafkan segala kebohongan asal stabilitas tetap terjaga?


Prabowo bisa diam sekarang. Tapi sejarah mencatat: pemimpin yang membiarkan dusta tumbuh tanpa arah, akan dipaksa menanggung beban kebenaran yang tak terucap. 


Dan kelak, diam bisa berubah menjadi dosa yang lebih parah daripada kesalahan itu sendiri.


Catatan akhir:

Abolisi bisa menghentikan kisruh. Tapi tidak bisa menghapus pertanyaan. Dan Prabowo tahu, dalam republik yang sakit, keheningan bisa lebih mematikan daripada konflik terbuka. ***


Sumber: FusilatNews

Halaman:

Komentar