Pemakzulkan Gibran, Ijazah Palsu, dan Kasus Korupsi Lumpuhkan Jokowi

- Sabtu, 07 Juni 2025 | 04:50 WIB
Pemakzulkan Gibran, Ijazah Palsu, dan Kasus Korupsi Lumpuhkan Jokowi


'Pemakzulkan Gibran, Ijazah Palsu, dan Kasus Korupsi Lumpuhkan Jokowi'


Oleh: Buni Yani


Di ujung harap-harap cemas Kapolri Listyo Sigit akan menyelamatkannya lewat keputusan kontroversial Bareskrim mengenai kontroversi ijazah palsu, tiba-tiba kabar baru yang jauh lebih dahsyat menggodam mental Jokowi yang menjadikannya semakin oleng dan linglung. 


Kabar baru itu berasal dari DPR dan MPR yang telah menerima surat purnawirawan TNI mengenai pemakzulan Gibran yang dianggap cacat konstitusi dan tidak punya kemampuan.


Melihat perkembangan politik terakhir, DPR dan MPR kelihatannya sudah pasti akan memproses pemakzulan Gibran. 


Prabowo telah bertemu Megawati yang akan menggantikan posisi Jokowi. Megawati in, Jokowi out. 


Prabowo merasa perlu mencari sekutu politik baru di parlemen untuk memperkuat posisi tawarnya berkenaan dengan pemakzulan Gibran.


Dua godam kini menghantam Jokowi sekaligus yang membuatnya semakin stres. 


Belum selesai urusan ijazah palsunya yang sedang bergulir di pengadilan, sekarang dia harus menelan pil pahit pemakzulan anaknya. 


Dua kasus ini membuat Jokowi kehilangan keseimbangan mental dan dia kelihatan sangat terganggu.


Tetapi sesungguhnya, kalau kita mau jeli, bukan cuma dua kasus itu sekarang yang harus dihadapi Jokowi yang baru tujuh bulan menjadi pensiunan. 


Kasus lain yang juga sangat penting adalah gencarnya usaha Prabowo dalam memberantas korupsi—korupsi yang terkait dengan keluarga dan kroni Jokowi. 


Penegak hukum di antaranya sedang mengusut kasus korupsi Sritex, laptop di Kemendikbud, dan judi online.


Tiga kasus ini membuat Jokowi lumpuh. Dia dikabarkan sakit kulit yang disebabkan oleh gangguan psikologis. 


Pada potongan video yang beredar luas terlihat Jokowi sedang menggaruk-garuk badannya, tumbuhnya bercak hitam di muka dan leher, serta usaha Jokowi menutupi sakit kulitnya dengan jaket hitam berkerah tinggi.


Meskipun telah dibantah oleh ajudannya, namun kabar kepergiannya ke Jepang untuk mengobati sakit kulitnya sangat kuat beredar di lingkaran terbatas yang pernah dekat dengan Jokowi. Rumor ini diyakini sebagai info A1 dan tidak mungkin hoaks. 


Jadi memang penyakit kulit Jokowi bukanlah penyakit kulit biasa sehingga harus mendapatkan pelayanan medis kelas premium. Itulah yang bisa kita baca dari kejadian ini.


Apa pun yang berkaitan dengan Jokowi kini dianggap sebagai residu yang harus segera disingkirkan. Jokowi seperti najis yang dijauhi, yang hanya para penjilat berkulit muka tebal tidak punya malu yang masih membela dan memujinya.


Jokowi dijauhi karena dua hal. Pertama, karena dia dianggap tidak berguna lagi oleh sekutu-sekutu politik lamanya. 


Kedua, ini memiliki pengertian harfiah, yaitu dia dijauhi karena sedang sakit kulit—mungkin orang takut tertular.


Nasib Jokowi sekarang sangat mengenaskan. Kawan-kawannya mulai menjauh karena menganggap Jokowi sudah menjadi beban. 


Mengenai kasus ijazah palsu yang sedang bergulir, tak satu pun orang di DPR bersuara—padahal mereka telah lama menjadi sekutu politiknya. 


Jokowi harus mengurus dan membela dirinya sendiri. Dia melapor ke Polda Metro Jaya dengan langkah gontai dan muka tidak meyakinkan.


Ketika anaknya kini di ujung tanduk pemakzulan, tidak ada suara keras membelanya. Memang ada satu-dua orang yang masih kelihatan bersimpati tetapi itu tak lebih dari sikap pribadi, bukan sikap resmi partai. 


Hal-hal ini membuat Jokowi kelihatan rungkad secara mengenaskan. Dia harus menjelaskan sendiri dengan muka kuyu dan intonasi kosong bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu sepasang—jadi tidak bisa memakzulkan salah satu dari mereka.


Tidak ada yang membantu dan membelanya dengan cara garang seperti dulu waktu 10 tahun berkuasa secara bengis. 


Jokowi harus menjelaskan sendiri, dengan kerongkongannya sendiri, dengan suara ganjil, bahwa semua warga negara harus tunduk pada aturan—jadi tidak bisa sembarang memakzulkan Gibran.

Halaman:

Komentar