PARADAPOS.COM - Jejak kejahatan Aguan ternyata bukan hanya ditorehkan secara jelas di proyek PIK 2.
Akan tetapi, di Raja Ampat yang babak belur oleh tambang Nikel, rupanya ada jejak Aguan di dalamnya.
"Biang kerok rusaknya pesona Raja Ampat salah satunya adalah karena ulah tambang nikel PT Kawei Sejahtera Mining. Di perusahaan ini, ada Nama Mantan Menteri Kelautan Freddy Numberi yang juga anak buah Aguan, menjabat sebagai Direktur Utama," kata Ahmad Khozinudin, sastrawan politik dalam keterangan terbukanya, Minggu (8/6/2025).
Jejak Aguan, kata dia, bukan hanya terendus melalui Freddy Numberi, melainkan juga pada nama komisaris perusahaan pemilik izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya ini.
Pada akta notaris PT Kawei Sejahtera Mining tanggal 2 Februari 2021, juga ada nama Nono Sampono sebagai Komisaris Utama perusahaan ini.
Nono Sampono adalah Direktur Utama Agung Sedayu Group, entitas bisnis properti milik Aguan yang menggarap proyek PIK-2 di Banten.
"Bahkan, sosok hantu perampas tanah rakyat Banten yakni Ali Hanafiah Lijaya orangnya Aguan, juga duduk sebagai salah satu komisarisnya. Lengkap sudah, jejak para jongos Aguan di perusahaan perusak Raja Ampat ini," jelasnya.
Ada yang berpendapat, kalaupun Raja Ampat harus rusak, masih bisa ditolerir jika manfaat tambang nikel itu memberikan manfaat kepada rakyat Papua.
Akan tetapi yang terjadi di Raja Ampat, alam Papua dirusak, rakyat Papua tetap dicekik pajak, sementara keuntungan dari tambang nikel hanya dinikmati oleh Oligarki China.
Ada video anak Papua yang menarik, yang beredar di sosial media. Diantara kutipannya "Kami orang kecil, yang tak mampu menuliskan undang undang. Kami tahu arti kehilangan. Udara segar lebih berharga ketimbang uang"
Ada beberapa substansi dari pernyataan ini, yang patut dijadikan renungan bagi kita semua, untuk mencari resolusi bagi kemaslahatan negeri.
"Pertama, kita tidak memungkiri bahwa otoritas pembentuk UU adalah manusia, dengan akalnya, yang direpresentasikan DPR dan eksekutif. Pemerintah, pada akhirnya tidak membuat UU berdasarkan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan para pemilik modal (kapitalis)," ungkapnya.
Sehingga, tambah dia, sejatinya dalam sistem demokrasi yang berdaulat bukan rakyat melainkan modal.
Penguasaan SDA termasuk tambang oleh Oligarki, adalah bukti kongkrit bahwa negeri ini sedang melayani Oligarki selaku pemilik kedaulatan, bukan melayani rakyat.
"Kedua, Oligarki kapitalis dalam sistem Kapitalisme hanya berorientasi pada materi, tak memperhatikan alam, lingkungan bahkan rakyat. Mereka, hanya mengekploitasi alam untuk keuntungan pribadi dan Korporasinya," jelasnya.
Artikel Terkait
Prabowo Bantah Otoriter dengan Santai: Rasanya Enggak Sih
Jokowi dan Peta Kekuasaan: Mengungkap Peran Kunci di Balik Terpilihnya Bahlil Lahadalia sebagai Ketum Golkar
Prabowo Buka Suara Soal Isu Otoriter: Saya Malah Sering Dengar Kritik dari Podcast
GP Ansor Ajak Anak Muda Jaga Kedaulatan Siber: Ancaman & Strategi yang Wajib Diketahui