6 Tanda Kekuatan Jokowi Akan Segera Berakhir

- Minggu, 08 Juni 2025 | 16:35 WIB
6 Tanda Kekuatan Jokowi Akan Segera Berakhir


'6 Tanda Kekuatan Jokowi Akan Segera Berakhir'


Ada beberapa peristiwa yang terjadi beriringan seperti memberi tanda bahwa kekuatan Jokowi akan benar-benar berakhir.  


Selama ini, Jokowi diyakini bisa cawe-cawe karena masih memiliki kekuatan berupa orang-orang kepercayaannya  yang memegang posisi strategis di pemerintahan Prabowo Subianto. 


Termasuk anaknya Gibran Rakabuming Raka, yang didudukkannya di kursi wakil presiden.  


Namun, beberapa peristiwa dan isu mutakhir  seperti satu rangkaian yang berujung pada titik akhir pertualangan Jokowi untuk tetap berkuasa.


Pertama, kasus ijazah palsu Jokowi.  Kasus sederhana yang dibuat bak sinetron televisi ini akan menguras energi dan membuat kubu Jokowi makin terpojok.  


Meskipun kasus ini sudah ditangani polisi tetapi ending kisahnya tampaknya tidak akan berakhir di meja hijau.  


Kredibillitas aparat hukum dan  kasus suap para hakim membuat putusan pengadilan akan jadi kegaduhan baru.  


Maka kasus ini akan dibawa dan diselesaikan di hati publik.   Siapa yang mendapat kepercayaan dan dukungan publik, maka dialah yang akan jadi pemenangnya.    


Jokowi perlu biaya dan effort besar untuk meyakinkan publik bahwa ijazahnya itu asli dan didapatkan dengan cara yang benar. 


Energi Jokowi akan benar-benar terkuras karena makin banyak fakta dan bukti yang terungkap tentang kepalsuan ijazahnya itu. Seperti pengakuan Kasmujo yang membantah dirinya pernah menjadi pembimbing skripsi Jokowi.  


Sementara dukungan ke  pihak penggugat ijazahnya  makin membesar dengan bukti-bukti yang meyakinkan.  


Seperti klaim bahwa Jokowi pernah KKN di Desa Wonosegoro  yang disebut sebagai jejak  Jokowi kuliah di UGM  ternyata tidak terkonfirmasi.  


Fakta seperti ini yang  membuat banyak pendukung Jokowi membelot dan balik kanan yang membuat Jokowi  makin ditinggalkan yang akan melemahkan kekuatannya.


Kedua, pertemuan Prabowo dan  Megawati.  Pertemuan itu berlangsung pada momen peringatan hari lahir Pancasila di Gedung Pancasila,  Kementerian Luar Negeri,  2 Juni 2025.  Suasana keakraban kedua tokoh dalam pertemuan itu mengesankan keduanya memiliki chemistry yang tidak terhalang oleh suasana kebatinan politik lagi.  


“Pertemuan Prabowo dan Megawati tampak informal dan cair,” kata Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul  mengomentari pertemuan kedua tokoh itu.


Topik tentang diet Megawati yang ditanya Prabowo dengan suasana cair dan informal itu, menurut Ritonga menunjukkan eratnya hubungan di antara keduanya.  


Apalagi keduanya memang memiliki sejarah hubungan yang erat sebagai pasangan pada pilpres 2009 lalu.


Selama ini, pertemuan keduanya terhalang oleh Jokowi yang memiliki hubungan buruk dengan Megawati sejak  Jokowi dan keluarganya dipecat dari PDI Perjuangan.  Dari suasana pertemuan itu menunjukkan jika halangan itu sudah tidak ada.  


Keberadaan Gibran yang duduk di samping Prabowo di ruangan itu, tidak dianggap sebagai gangguan kedekatan keduanya.  Kedekatan  itu memberi sinyal kuat koalisi Gerindra dan PDIP akan segera terwujud.  


Koalisi yang akan menyisihkan posisi Jokowi yang selama ini sering cawe-cawe di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.


Ketiga, desakan pemakzulan Gibran.  Desakan ini dilakukan oleh para purnawirawan TNI dengan menyerahkan surat pemakzulan ke MPR, DPR dan DPD, pada 2 Juni 2025, atau hari yang sama dengan pertemuan Prabowo dan Megawati pada peringatan lahirnya Pancasila di Kementerian Luar Negeri.


“Kami sudah terima surat tersebut, dan sekarang sudah kami teruskan ke pimpinan,” ujar Indra Iskandar, Sekretaris Jenderal DPR RI, Selasa (3/6/2025).


Surat bertanggal 26 Mei 2025 itu ditandatangani oleh empat purnawirawan jenderal TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.


Dalam surat itu menyebutkan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka memiliki dasar konstitusional yang kuat.  


Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan MK yang cacat hukum, yaitu Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. 


Putusan tersebut melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, Anwar Usman yang merupakan paman Gibran.  


Putusan itu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan.  


Anwar Usman juga telah diputuskan melanggar kode etik oleh  Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK.

Halaman:

Komentar