PARADAPOS.COM - Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan pandangannya terkait demonstrasi yang terjadi belakangan ini. Ia menyinggung bagaimana kepemimpinan Presiden Prabowo.
Itu diungkapkan Pangi dalam Rakyat Bersuawa iNews TV. Ditayangkan melalui YouTube iNews.
“Dari awal saya sudah mengatakan, terlalu bahaya yang dilakukan Pak Prabowo hari ini,” kata Pangi memulai, dikutip Rabu (3/9/2025).
Ia mengungkapkan kesetiaan tidak bisa dibagi dalam politik. Apalagi mencoba kesetiaan baru.
“Karena di dalam politik, kesetiaan itu tidak bisa dibagi. Apalagi mencoba ada kesetiaan baru. Karena punya kesetiaan lama,” ujarnya.
Baginya, loyalitas ganda tidak bisa terjadi. Apalagi matahari kembar.
Karenanya, ia meminta Prabowo berhenti merawat Geng Solo.
“Loyalitas ganda itu nggak bisa. Apalagi matahari kembar. Artinya, berhentilah Pak Prabowo mengasuh Geng Solo ini,” ucapnya.
Ia menyebut dampak dari mengasuh Geng Solo adalah demonstrasi yang menyebabkan kematian sembilan orang.
“Akibatnya adalah, 9 orang ini korban,” imbuhnya.
Hal itu, menurutnya, karena Prabowo tak bisa mengendalikan intelijennya. Juga kepolisian dan tentara.
“Karena presiden tidak mengendalikan penuh intelijennya, polrinya, panglimanya,” jelasnya.
“2019 yang terjadi bisa 1 X 24 jam. Sekarang panjang sekali,” sambung Pangi.
Prabowo Dibayang-bayangi “Geng SOP Solo” dan Terjebak di Tikungan Terakhir
Pengamat politik Muhammad Said Didu mengungkap adanya tekanan berkelanjutan dari apa yang disebutnya sebagai “Geng SOP (Solo Oligarki Parcok)” terhadap Presiden Prabowo Subianto, yang bermula dari pertemuan kontroversial di Solo pada 13 Oktober 2024.
Didu mengklaim bahwa pertemuan Prabowo dengan Jokowi di Solo didahului oleh pertemuan rahasia geng oligarki di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 11-12 Oktober 2024.
“Yang menyampaikan kepada saya itu orang yang hadir di IKN—bukan isu. Mereka mengutus menteri yang sangat berkuasa ke Solo untuk menyampaikan bahwa apabila kita mau selamat semua, maka Pak Prabowo harus mengikuti ini,” ungkap Didu lewat channel YouTube-nya diunggah Selasa (2/9/2025)
Akibat dari “surat perintah” tersebut, menurut Didu, adalah terbentuknya kabinet yang membengkak dari 17 menjadi lebih dari 100 orang karena penggabungan paksa antara susunan kabinet Prabowo dengan keinginan oligarki.
Yang lebih mencengangkan, PDIP yang sudah menyiapkan empat calon menteri justru dilarang masuk kabinet atas desakan geng SOP. Didu melihat demo 25 Agustus sebagai titik balik.
“Demo 25 Agustus itu demo yang murni sama sekali. Betul-betul murni,” tegasnya.
Namun, situasi berubah ketika Prabowo memanggil Kapolri dan Panglima TNI ke Hambalang pasca kerusuhan 28 Agustus.
“Akhirnya timbul semangat teman-teman geng Solo ini: ‘Eh, ternyata pemimpin kami tidak diapa-apain, malah ditugaskan untuk menertibkan,'” kata Didu, merujuk pada dugaan bahwa kedua pejabat tersebut adalah bagian dari jaringan oligarki Solo.
Munculnya Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memimpin jumpa pers yang didampingi lengkap oleh Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, dan Menteri Dalam Negeri dinilai Didu sebagai strategi Prabowo untuk mengalihkan kendali dari “geng Solo.”
“Mungkin tujuannya untuk meredakan bahwa sekarang komandan penertiban massa yang saya perintahkan sebelumnya kepada Kapolri dan Panglima TNI, kendalinya diambil oleh Sjafrie Sjamsoeddin,” analisis Didu.
Didu memberikan perspektif mengejutkan tentang fenomena ojek online yang sering dianggap remeh.
“Dari 7 juta sopir ojol yang aktif full, 50% adalah sarjana yang baru bekas di-PHK. Jadi ini adalah orang-orang kelas menengah yang jatuh menjadi kelas bawah,” ungkapnya.
“Emosi massa sekarang itu adalah emosi kelas menengah jatuh miskin dari kebijakan yang dibuat oleh Joko Widodo selama 10 tahun karena utang besar, pajak macam-macam,” tambah Didu, sambil memperingatkan bahwa gerakan ojol bisa jauh lebih besar daripada kekuatan partai politik mana pun.
Kritik pedas Didu adalah tentang diabaikannya tuntutan ratusan ormas untuk mengganti Kapolri.
“Ingat pada saat transisi Bung Karno ke Pak Harto, tuntutan pertamanya adalah bubarkan PKI, maka Pak Harto langsung membubarkan. Pak Habibie langsung bebaskan pers, bebaskan partai politik. Nah, ini katupnya tidak dibuka-buka,” kritik Didu.
Didu merekomendasikan langkah-langkah darurat: tinjau kembali anggaran kepolisian yang naik, anggaran Kementerian Pertahanan, bahkan anggaran makanan bergizi gratis 352 triliun.
“Kalau perlu hidupkan kembali subsidi listrik, subsidi BBM supaya rakyat menyatakan bahwa memang Pak Prabowo kembali memperhatikan rakyat.”
Dengan analogi yang menarik, Didu membandingkan Prabowo dengan pembalap MotoGP Valentino Rossi yang mahir di tikungan terakhir.
“Pak Prabowo ini sudah masuk di tikungan terakhir, tapi tidak nyuri di tikungan. Kalau Bapak terlambat mengambil gaya Rossi maka Bapak diseleding oleh lawan dan Bapak terjatuh, dan lawan yang akan juara.”
Didu menutup dengan pesan tegas: “Pak Prabowo, kartu pengamannya sederhana: ganti Kapolri, itu langsung timbul harapan. Dan kedua, reshuffle kabinet—tidak usah takut, rakyat bersama.”
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Uya Kuya Datangi Polres Jaktim Minta Bebaskan Penjarah Rumahnya
Dugaan Motif Pembunuhan Keluarga Sahroni di Indramayu, Ada Kaitan dengan Bisnis Sarang Walet?
Dipecat dari Polri, Kompol Cosmas: Tak Ada Niat Buat Celaka
Pimpinan DPR Tak Respons Tantangan Telepon Kapolri