"Dan anak bilang, 'Mak, ayam,' katanya," kenang Melda dengan suara bergetar.
Dengan berat hati, Melda tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa menghibur anaknya dengan janji yang belum pasti.
"Nanti tunggu ayah pulang, ayah pulang, iya bawa ayam."
Momen tersebut menjadi simbol puncak keterpurukan mereka. Seorang ibu yang sudah berjuang keras dengan menjual cabai dan tidur di kaki lima, ternyata tidak mampu memberikan lauk yang layak di momen spesial seperti sahur pertama Ramadan. Perjuangannya terasa sia-sia ketika ia tidak bisa melindungi anak-anaknya dari kenyataan pahit kemiskinan.
Kisah Melda Safitri ini membuktikan bahwa penderitaan terberat dalam kemiskinan seringkali dirasakan bukan dari diri sendiri, melainkan melalui permintaan tulus dari mata polos seorang anak yang hanya menginginkan sepotong ayam di meja makan. Sebuah memori pahit yang akan selalu melekat sebagai pengingat betapa berharganya setiap rezeki yang ia perjuangkan.
Sumber: Artikel Asli
Artikel Terkait
Gus Yahya Tegaskan Status Ketum PBNU Sah, Sebut Penunjukan PJ Ilegal & Langgar AD/ART
Prof. Mahfud MD: Perpol 10/2025 Bertentangan dengan Putusan MK 114/PUU-XXIII/2025
Viral Bendera Malaysia di Tenda Pengungsian Aceh: Fakta & Kontroversi
Foto Yunus Nusi di Kasino Singapura Viral, Warganet Kritik PSSI